Mak Narti menepuk pundak Pak RT … “Pak RT itu Mbah Qodim, cepet panggil suruh kesini!!” Pak RT segeranya member isyarat Pak RW lalu keduanya berteriak nyaris berbarengan “Mbaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhh siniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!” mereka berdua hendak tersenyum sambil melihat Mak Narti, tetapi Mak Narti sudah tidak ada di samping mereka, yang jelas dari arah dapur terdengar suara gelas yang diisi oleh gula dan kopi lalu suara air panas yang masuk ke dalam gelas disusul dengan irama dentingan adukan yang tercipta dari gesekan sendok dan gelas.
“Assalamu’alaikum” Mbah Qodimpun memasuki warung dengan mata yang terlihat berkaca-kaca. “Wa’alaikumussalaam, mbah” jawab Pak RT dan Pak RW berbarengan dengan wajah bengong. “Kenapa Mbah, wajah mbah kok sepertinya sedang sedih?” Pak RW mengajukan pertanyaan.
Mak Narti tertegun saat mengantar kopi yang ia suguhkan, sungguh selama ini wajah Mbah Qodim selalu berseri laksana rembulan, manun mega hitam mendung kelam yang saat ini ia saksikan. Semua konsumen warung Mak Nartipun merapat mencari kursi terdekat dengan Mah Qodim, bahkan ada yang rela menggeser kursi mereka.
“Tadi mbah mampir ke rumah seorang yang di anggap berilmu dan suka ceramah kemana-mana di kampung sebelah” Mbah Qodim mulai berbicara lirih. “Lalu Mbah ?” Pak RT bertanya dengan lembut dan berhati-hati.
“Pertama datang saja beliau langsung menebak bahwa mbah pasti kesana akan meminta beliau berceramah, mbah senang sekali melihat kelebihan ilmu yang beliau miliki, 1 jam mbah takjub akan ilmu-ilmu yang beliau kuasai, pantas saja bila beliau sangat laris pada acara-acara pengajian, sampai suatu ketika beliau melihat tetangga yang ada di seberang rumahnya terlihat ada tamu dengan mobil yang mewah, beliau berdesis sembari beristighfar … matanya memerah menahan amarah, lalu mbah bertanya siapa orang itu, dan beliau menjawab, mungkin pejabat, mungkin juga orang kaya … atau bahkan mungkin orang yang sedang jauh dari cahaya Tuhan” Mbah Qodim menarik nafas lirih.
“Lalu mbah?” Tanya Mak Narti. Mbah Qodim kembali menghela nafas lalu melanjutkan ceritanya “Mbah bertanya, itu rumah milik siapa, beliau menjelaskan itu adalah rumah seorang pelacur, yang berlimang dosa, tak takut adzab Tuhan, tamu-tamunya adalah orang-orang Kotor, 1 hari bisa sampai dengan puluhan tamu yang hilir mudik datang kerumah tersebut, lalu mbahpun mengucapakan Istighfar mengikuti beliau, beliau lalu mendongak ke atas sembari berdoa bertanya kepada Tuhan mengapa ia harus diberikan aib memiliki tetangga pelacur, beliau sangat malu bertetangga dengan pelacur”
“Kemudian gimana mbah?” Tanya pak RT. Mbah Qodim meminum kopi panasnya, “Yah, setelah itu mbah pulang ….. dan tanpa diketahui oleh beliau, mbah mampir ke rumah orang yang diceritakan beliau”.
“Mbah Qodiiiiiiim, ngapaiiiiin kesana mbaaaaaahhh, mbahkan sudah tua!” teriak Mak Narti. Mendengar pertanyaan itu Mbah Qodimpun menangis, air mata yang selama ia tahan akhirnya keluar juga. Pak RT dan Pak RW langsung melotot memandang Mak Narti, sedikit banyaknya Pak RT dan Pak RW sudah tahu benar bagaimana mereka berdua pernah malu sewaktu memarahi Mbah Qodim yang adzan jam 10 malam tempo dulu. “Lanjutkan mbah!” Pak RT menatap serius ke arah Mbah Qodim.
“Di rumah pelacur itu, mbah disambut dengan senyuman, dan tidak ada kata-kata tawaran bahwa pasti mbah kesana ingin memakai pelacur itu, justru pelacur itu bertanya ada keperluan apa dan menawarkan bantuan bila ia sanggup, saat melihat ada tamu di seberang jalannya beliau selalu memandang dengan mata yang berkaca-kaca sembari beristighfar lirih, mbahpun bertanya rumah siapa di depan sana, terpaksa mbah pura-pura tidak tahu, si pelacur itu menjawab sembari menahan tangisnya, beliau adalah seorang yang alim, terhormat dan memiliki samudera ilmu yang menyejukkan, beliau selalu berceramah kemana-mana memberikan pencerahan kepada orang-orang, tamu-tamu beliau pasti mendapatkan berkah atas doa-doa beliau, lalu sang pelacur menunduk sembari berdoa, Yaa Allah Yang Maha Kuasa, hamba malu dengan diri hamba yang hina ini, memiliki tetangga seperti beliau adalah anugerah bagi hamba, semoga esok aku bisa mendatangi MU yaa Allah dengan cahaya pintu Taubat MU Yang Maha Luas”
Mbah Qodim menghentikan ceritanya lalu menangis tersedu-sedu, semua yang berada di warung tersebut ikut menangis …. BETAPA ALLAH SWT SANG PEMEGANG RAHASIA … Al Insanu sirri wa Ana Sirruhu …. (Sesungguhnya manusia itu adalah sebuah rahasia dan AKU adalah rahasianya)