Minggu, 06 September 2015

SEPUCUK SURAT SEORANG ANAK DI SYURGA BUAT IBUNYA

Bagaimana kabar bunda hari ini? Semoga bunda baik-baik saja… Nanda juga di sini baik-baik saja bunda… Allah sayang banget sama nanda. Allah juga yang menyuruh nanda menulis surat ini untuk bunda, sebagai bukti cinta nanda sama bunda. Bunda, ingin sekali nanda menyapa perempuan yang telah merelakan rahimnya untuk nanda diami walaupun hanya sesaat…

Bunda, sebenarnya nanda ingin lebih lama berada di rahim bunda, ruang yang kata Allah paling kokoh dan paling aman di dunia ini. Tapi rupanya bunda tidak menginginkan kehadiran nanda, jadi sebagai anak yang baik, nanda pun rela menukarkan kehidupan nanda demi kenyamanan bunda. Walaupun dulu, waktu bunda mengeluarkan nanda dengan paksa, sakiiiit … banget bunda, badan nanda rasanya seperti tercabik-cabik dan keluar sebagai gumpalan darah yang menjijikkan apalagi hati nanda, nyeri, merasa seperti aib yang tidak dihargai dan tidak diinginkan bahkan oleh Bunda sendiri.

Bunda, nanda mau cerita. Dulu nanda pernah menangis dan bertanya kepada Allah, mengapa bunda mengeluarkan nanda saat nanda masih berupa wujud yang belum sempurna dan membiarkan nanda sendirian disini? Apa bunda tidak sayang sama nanda? Nanda tidak kecewa kok bunda… karena dengan begitu, bunda telah mengantarkan nanda untuk bertemu dan dijaga oleh Allah bahkan nanda dirawat dengan penuh kasih sayang di dalam surga Nya.

Bunda, nanda malu terus-terusan nanya sama Allah, walaupun Dia selalu menjawab semua pertanyaan nanda tapi nanda mau nanyanya sama bunda aja ya. Pernikahan itu apa sih? Kenapa bunda tidak menikah saja dengan ayah? Kenapa bunda membuat nanda jadi anak haram dan mengapa bunda mengusir nanda dari rahim bunda dan tidak memberi kesempatan nanda hidup di dunia dan berbakti kepada bunda? Maaf ya bunda, nanda bawel banget… nanti saja, nanda tanyakan bunda kalau kita ketemu. Apakah Bunda tidak ingin mencium nanda? Atau jangan-jangan karena nanti nanda rewel dan suka mengompol sembarangan? Lalu Allah bilang: “Bunda kamu malu sayaang …!”“Kenapa bunda malu?”“Karena dia takut kamu dilahirkan sebagai anak haram…”“Anak haram itu apa ya Allah?”“Anak haram itu anak yang dilahirkan tanpa ayah.”Nanda bingung dan bertanya lagi sama Allah. Ya Allah, bukannya setiap anak itu pasti punya ayah dan ibu? Kecuali Nabi Adam dan Isa? Allah yang Maha Tahu menjawab bahwa bunda dan ayah memproses nanda bukan dalam ikatan pernikahan yang sah. Nanda semakin bingung dan akhirnya nanda putuskan untuk diam.

Penyesalan Cinta Oh ya Bunda, suatu hari malaikat pernah mengajak jalan-jalan nanda ke tempat yang katanya bernama neraka. Tempat itu sangat menyeramkan, mengerikan dan sangat jauh berbeda dengan tempat tinggal nanda di surga. Di situ banyak orang yang dibakar pake api bunda … minumnya juga pake nanah dan makannya buah-buahan aneh yang bau busuk, banyak durinya … yang paling parah, ada perempuan yang ditusuk kemaluannya pake besi panas dan dibakar kaya sate gitu, ngeri banget bunda.

Lagi ngeri-ngerinya, tiba-tiba malaikat bilang sama nanda. Nak, kalau bunda dan ayahmu tidak bertaubat kelak, di situlah tempatnya … di neraka itulah orang yang berzina akan tinggal dan disiksa selamanya. Seketika itu nanda menangis dan berteriak-teriak memohon agar bunda dan ayah jangan dimasukkan ke situ…. nanda sayang bunda… nanda kangen dan ingin bertemu bunda… nanda ingin merasakan lembutnya belaian tangan bunda dan nanda ingin kita tinggal bersama di surga… nanda takut, bunda dan ayah kesakitan seperti orang-orang itu…Lalu, dengan lembut malaikat berkata… “Nak, kata Allah, “kalau kamu sayang, mau bertemu dan ingin ayah bundamu tinggal di surga bersamamu, tulislah surat untuk mereka… sampaikan berita baik bahwa kamu tinggal di surga dan ingin mereka ikut, ajaklah mereka bertaubat dan sampaikan juga kabar buruk, bahwa jika mereka tidak bertaubat mereka akan disiksa di neraka seperti orang-orang itu.Saat mendengar itu, segera saja nanda menulis surat ini untuk bunda. Menurut nanda, Allah itu baik banget bunda…. Allah akan memaafkan semua kesalahan makhluk-Nya asal mereka mau bertaubat nasuha, taubat yang sungguh-sungguh. Bunda taubat ya? Ajak ayah juga, nanti biar kita bisa kumpul bareng di sini… Nanti nanda jemput bunda dan ayah di padang Mahsyar deh… nanda janji mau bawain minuman dan payung buat ayah dan bunda, soalnya kata Allah di sana panas sekali bunda… antriannya juga panjaang, menyiksa dan peluh keringat bercucuran. Semua orang sejak jaman nabi Adam kumpul disitu… tapi bunda jangan khawatir, Allah janji, kalo bunda dan ayah benar-benar bertaubat dan jadi orang yang baik, pasti nanda bisa ketemu kalian.

Bunda, kasih kesempatan buat nanda ya…. biar nanda bisa merasakan nikmatnya bertemu dan berbakti kepada orang tua, nanda juga mohon banget sama bunda…jangan sampai adik-adik nanda mengalami nasib yang sama dengan nanda, biarlah nanda saja yang merasakan sakitnya ketersia-siaan itu. Tolong ya bunda, kasih adik-adik kesempatan untuk hidup di dunia menemani dan merawat bunda saat bunda tua kelak.Sudah dulu ya bunda… nanda mau main-main dulu di syurga…. nanda tunggu kedatangan ayah dan bunda di sini… nanda sayang banget sama bunda…. muaaaach!

Salam dari nanda buat bunda tersayang,

Minggu, 19 Juli 2015

Makna Undur-undur


Irhamu man fil ardli yarhamkum man fis sama’ (Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangi kita).

Saat Allah SWT mengundur-undur (menunda) mati kita... lalu kenapa kita mengundur-undur pula TOBAT kita

Jumat, 03 Juli 2015

SEBAIKNYA KITA TAHU DALIL SHOLAT TARAWIH (dikutip dari Gus Tahta Al Hafidz)


SHALAT TARAWIH


A. Pengertian Tarawih Secara Etimologi

Lafaz Tarawih adalah bentuk jama’ (plural) dari kata tunggal Tarwîhah ( الترويحة ) yang berarti: istirahat. Menurut ethimologi berasal dari kata murâwahah ( مـراوحـة ) berarti saling menyenangkan dengan wazan Mufâ’alahnya al-Râhah ( الراحـــــــة ) yang berarti merasa senang. Term ini merupakan bentuk lawan kata dari al-Ta’ab yang berarti letih atau payah.
B. Pengertian Tarawih Secara Terminologi

Shalat Tarawih adalah shalat sunah yang khusus dilaksanakan hanya pada malam-malam bulan Ramadhan. Dinamakan Tarawih karena orang yang melaksanakan shalat sunah di malam bulan Ramadhan beristirahat sejenak di antara dua kali salam atau setiap empat rakaat. Sebab dengan duduk tersebut, mereka beristirahat karena lamanya melakukan Qiyam Ramadhan. Bahkan, dikatakan bahwa mereka bertumpu pada tongkat karena lamanya berdiri. Dari situ kemudian, setiap empat rakaat (dengan 2 salam) disebut Tarwihah, dan semuanya disebut Tarawih. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-A’sqallâniy dalam kitab Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy sebagai berikut:

سُمِّيَتِ الصَّلَاةُ فِي الْجَمَاعَةِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ التَّرَاوِيحَ لِأَنَّهُمْ أَوَّلَ مَا اجْتَمَعُوْا عَلَيْهَا كَانُوا يَسْتَرِيحُوْنَ بَيْنَ كُلِّ تَسْلِيمَتَيْنِ .
Artinya: Shalat jamaah yang dilaksanakan pada setiap malam bulan Ramadhan dinamai Tarawih karena para sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salam.[1]
Shalat Tarawih disebut juga shalat Qiyam Ramadhan yaitu shalat yang bertujuan menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan. Shalat Tarawih termasuk salah satu ibadah yang utama dan efektif guna mendekatkan diri kepada Allah. Imam Nawawi al-Dimasyqiy mengatakan: yang dimaksud Qiyam Ramadhan adalah shalat Tarawih.[2] Maksud dari perkataan Imam Nawawi al-Dimasyqiy dijelaskan oleh al-Hâfiz Imam Ibn Hajar al-A’sqallâniy, sebagai berikut:

يَعْنِي أَنَّهُ يَحْصُلُ بِهَا الْمَطْلُوبُ مِنَ الْقِيَامِ لَا أَنَّ قِيَامَ رَمَضَان لَا يَكُون إِلَّا بِهَا .
Artinya:”Qiyam Ramadhan dapat dilakukan dengan shalat apa saja termasuk shalat Tarawih. Namun, ini bukan berarti Qiyam Ramadhan hanya sebatas shalat Tarawih saja”.
Maksud dari perkataan Imam Ibn Hajar al-A’sqallâniy adalah shalat Tarawih itu merupakan bagian dari Qiyam Ramadhan[3].
Pada zaman Rasulullah, istilah Tarawih belum dikenal. Rasulullah dalam hadis-hadisnya juga tidak pernah menyebut kata-kata Tarawih. Semua bentuk ibadah sunah yang dilaksanakan pada malam hari, lebih familiar disebut Qiyam Ramadhan, tidak disebut shalat Tarawih sebagaimana banyak ditemukan dalam teks-teks hadis. Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut;

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ . (صحيح مسلم)
Artinya:” Siapa saja yang melaksanakan ibadah pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”.

Dalam riwayat hadis Shahih mengatakan shalat Qiyam Ramadhan secara berjamaah di zaman Rasulullah hanya beberapa malam saja. Beliau melaksanakan shalat Qiyam Ramadhan secara berjamaah hanya dalam 2 atau 3 kali kesempatan. Kemudian, beliau tidak melanjutkan shalat tersebut pada malam-malam berikutnya karena khawatir ia akan menjadi ibadah yang diwajibkan. Seperti yang terdapat pada keterangan hadis sebagai berikut;
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ. (صحيح مسلم)

Artinya; Dari Siti A’isyah sesungguhnya Rasulullah pada satu malam shalat di masjid, maka para sahabat mengikuti beliau shalat. Kemudian beliau shalat pada malam berikutnya, para sahabat yang ikut berjamaah menjadi semakin banyak. Selanjutnya pada malam ketiga atau keempat para sahabat berkumpul ternyata Rasullah tidak keluar menemui mereka. Keesokan harinya beliau berkata: “ Aku mengetahui apa yang kalian lakukan tadi malam. Tidak ada yang menghalangiku keluar menemui kalian selain dari kekhawatiranku kalau-kalau shalat itu diwajibkan atas kalian”. Yang demikian itu terjadi di bulan Ramadhan.”

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Ibn Ismâîl al-Shan’âniy (W.1182 H/1768 M), dalam kitab Subul al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm mengatakan: Penamaan shalat Tarawih itu seolah-olah yang menjadi dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqiy dari Siti A’isyah sebagai berikut:

وَأَمَّا تَسْمِيَتُهَا بِالتَّرَاوِيحِ فَكَأَنَّ وَجْهَهُ مَا أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي اللَّيْلِ ثُمَّ يَتَرَوَّحُ فَأَطَالَ حَتَّى رَحِمْتُهُ قَالَ الْبَيْهَقِيُّ تَفَرَّدَ بِهِ الْمُغِيرَةُ بْنُ دِيَابٍ وَلَيْسَ بِالْقَوِيِّ فَإِنْ ثَبَتَ فَهُوَ أَصْلٌ فِي تَرَوُّحِ الْإِمَامِ فِي صَلَاةِ التَّرَاوِيحِ .
Artinya; Adapun penamaan shalat itu dengan nama Tarawih seakan-akan jalannya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bayhaqiy dari Siti A’isyah ia berkata:”Sering kali Rasulullah mengerjakan shalat 4 rakaat pada malam hari, lalu beliau Yatarawwah (beristirahat) dan beliau melamakan istirahatnya hingga aku merasa iba”. Menurut Imam al-Bayhaqiy, bahwa hadis ini diriwayatkan melalui sanad al-Mughirah dan ia bukan orang yang kuat. Jika hadis ini memang jelas ketetapannya maka hadis inilah yang menjadi landasan Tarwihah (istirahat) imam pada waktu shalat Tarawih tersebut.[4]

Dari keterangn hadis-hadis shahih di atas, jelas bahwa tidak ada ketentuan yang baku dari Rasulullah tentang jumlah rakaat shalat Qiyam Ramadhan. Hadis-hadis shahih yang marfu’ (bersumber dari Rasulullah) tidak pernah menjelaskan berapa rakaat beliau melakukan Qiyam Ramadhan.
Kesimpulannya, dalam konteks shalat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti penting) dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Sedangkan dalam konteks shalat Tarawih maksimalnya adalah 20 rakaat.

C. Hukum Shalat Tarawih
Shalat Tarawih hukumnya sunah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan) bagi setiap laki-laki dan wanita yang dilaksanakan pada tiap malam bulan Ramadhan.

D. Waktu shalat Tarawih
Waktu pelaksanaan shalat Tarawih dimulai setelah shalat Isya, berakhir sampai terbit fajar. Bagi yang belum melaksanakan shalat Isya, tidak diperkenankan melakukan shalat Tarawih. Bahkan shalat Tarawihnya menjadi tidak sah. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabiliy:
وَالتَّـرَاوِيْحُ عِشْرُوْنَ رَكْـعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ , وَلَوْ صَـلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ أَوْ قَبْلَ فَرْضِ الْعِشَاءِ بَطَلَتْ .
Artinya: Shalat Tarawih dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Seandainya seseorang shalat 4 rakaat dengan satu salam, atau ia shalat Tartawih sebelum shalat fardhu Isya maka batal shalat Tarawihnya.[5]
Tata cara yang afdhal dalam shalat Tarawih adalah dikerjakan setelah melakukan shalat fardu Isya dan Ba’diyah Isya. Lebih utama lagi apabila shalat Tarawih dikerjakan di akhir malam. Syaikh Umar Ibn Muzhaffar Ibn Wardiy (W. 749 H) mengatakan dalam Nazhamnya terkenal dengan sebutan Bahjah al-Hâwiy yang terdiri dari 5000 bait sebagai berikut:[6]
كَذَا التَّرَاوِيْحُ وَحَيْثُ يَفْصُلُ وَبَعْدَ نَفْلِ اللَّيْلِ فَهْوَ أَفْضَلُ
Artinya: ”Begitu juga (shalat yang disunahkan antara shalat Fardhu Isya sampai Fajar) adalah shalat Tarawih sekira di fashalkan dan dilakukan setelah shalat sunah malam (Tahajjud) itu lebih afdhal.”

E. Hikmah Shalat Tarawih
Adapun hikmah shalat Tarawih ialah menguatkan, merilekskan dan menyegarkan jiwa serta raga guna melakukan ketaatan. Selain itu, untuk memudahkan pencernaan makanan setelah makan malam. Sebab, apabila setelah berbuka puasa lalu tidur, maka makanan yang ada dalam perut besarnya tidak tercerna, sehingga dapat mengganggu kesehatannya dan membuat jasmani menjadi lesu dan rusak.[7]
Yang harus diperhatikan ada jeda yang cukup setelah makan besar, baik setelah berbuka puasa atau setelah sahur dengan tidur. Karenanya, Rasulullah menganjurkan Ta’khir Sahur yakni makan sahur dilakukan mendekati waktu subuh, agar setelah sahur langsung shalat Subuh tidak tidur lagi. Jadi, bukan santap sahur pukul 02:00, lalu tidur lagi. Alasannya, sewaktu tidur tubuh menjadi sangat rileks, sehingga gerakan usus menjadi lambat sekali, sedangkan kita makan sampai perut penuh. Jadi, metabolisme (proses perputaran) pencernaan terganggu, karena makanan terus-menerus berada di dalam usus. Penulis teringat ungkapan ulama yang pernah disebutkan oleh orang tua kami Abuya K.H Saifuddin Amsir ketika beliau memberikan penjelasan Taqrir kitab Ta’lîm al-Muta’allim karya Syaikh Burhanuddin al-Zarnûjiy sebagai berikut:
اِذَا تَغَـدَّيْتَ فَنَـمْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ اْلغَنَمِ
وَاِذَا تَعَشَّيْتَ فَـدُرْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ الْجُـدُرِ
Artinya: ”Apabila engkau makan siang maka boleh engkau tidur setelahnya sekalipun di atas kepala kambing, dan apabila engkau makan malam maka berjalan/berkelilinglah sekalipun di atas tembok (jangan langsung tidur).”
Syaikh Ali Ibn Ahmad al-Jurjâwiy (W. 1340 H/1922 M) salah seorang tokoh ulama al-Azhar, Kairo; Mesir, dalam sebuah kitabnya yang bernama Hikmah al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu mengatakan:”Telah banyak doktor dari negara barat yang mengatakan bahwa umat Islam yang menjalani ibadah puasa dengan shalat-shalat yang biasa mereka kerjakan setelah shalat Isya telah membuat mereka terhindar dari aneka penyakit yang hampir membahayakan mereka. Mr. Edwar Leeny mengatakan:” Suatu hari saya diundang makan dalam acara buka puasa oleh salah seorang saudagar muslim yang sukses. Saya melihat banyak di antara mereka menyantap hidangan yang tersedia dengan lahap dan sangat banyak sehingga, saya berkeyakinan bahwa mereka pasti akan mengalami gangguan pencernaan pada perut mereka. Kemudian waktu datang waktu Isya mereka berbondong-bondong mengerjakan shalat Isya dan dilanjutkan dengan shalat Tarawih. Seketika melihat itu, saya menyimpulkan dan berkeyakinan bahwa gerakan-gerakan yang mereka lakukan di saat mengerjakan shalat sangat bermanfaat dalam mengembalikan tenaga dan semangat serta menghindari mereka dari berbagai macam penyakit yang mengancam mereka. Dari situlah saya yakin bahwa agama Islam memang benar-benar bijaksana dalam Syariatnya”.[8]
[2] Hasan Ibn Ahmad al-Kaf, al-Taqrirat al-Sadidah Fi Masail al-Mufidah, vol. 1 (Dar al-Ulum: Surabaya 2004) h. 287.
[3] Al-Hafiz Abdullah al-Harariy, Bughyah al-Thâlib Lima’rifah al-Ilm al-Diniy al-Wajib, vol. 1 (Dar al-Masyari’ 2004) h. 281.
[4] Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy, Imam Muslim, Imam Tirmidziy, Imam Ahmad, Imam Ibn Abi Syaybah, Imam al-Bayhaqiy, Imam Hakim, Imam al-Thabaraniy, Imam Ibn Hibban dan lain-lain.
[5] Lihat: Hasyiyah al-Fawâkih al-Dawâniy Alâ Risâlah Abi Zayd al-Qayrawâniy, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr tt) h. 464; Hasyiyah al-Adawiy Ala Syarh Kifâyah al-Thâlib al-Rabbâniy, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr tt) h. 442; Abdurrahman al-Jazîriy, Kitâb al-Fiqh Ala al-Madzâhib al-Arba’ah, vol. 1 (Beirut: Dâr al-Fikr 2002) h. 290; Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr 1989) h. 65-73.
[6] Bagi anda yang ingin mengetahui lebih luas penjelasan argumen para ulama secara terperinci terkait masalah tersebut, silahkan anda merujuk risalah: الجــواب الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح, yang telah kami cetak pertama kali pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1430 H bertepatan dengan tanggal 9 Maret 2009 M.

[1]Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar al-A’sqallâniy, Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy, vol. 4 (Beirut: Dâr al-Fikr 2000) h. 778.
[2] Abu Zakariyyâ Yahyâ Ibn Syarf Nawawiy al-Dimasyqiy, al-Minhâj Fi Syarh Muslim Ibn Hajjâj, vol. 6 (Beirut: Dâr al-Fikr 200) h. 34.
[3] Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar al-A’sqallâniy, Fath al-Bâriy Syarh al-Bukhâriy, vol. 4 h. 779.
[4] Muhammad Ibn Ismâîl al-Shan’âniy, Subul al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm, vol. 2 (Beirut: Dâr al-Fikr 1991) h. 22.
[5] Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabiliy, al-Anwar Li A’mal al-Abrar, vol. 1 (Mathbaah al-Jamaliyyah 1910) h. 80.
[6] Umar Ibn Muzhaffar Ibn Wardiy, Bahjah al-Hâwiy, ((Beirut: Dâr al-Fikr 1994) h. 31
[7] Muhammad Ilyas Marwal, Kritik atas pembid’ahan Shalat Tarawih 20 rakaat, (Jakarta: Pustaka Firdaus 2008) h. 24.
[8] Ali Ibn Ahmad al-Jurjâwiy, Hikmah al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu, vol. 1 (Jedah: al-Harâmayn t.t) h. 150.
G. Jumlah Rakaat Dan Cara Mengerjakan Shalat Tarawih

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rakaat shalat Tarawih. Al-Habib Zayn Ibn Ibrahim Ibn Sumayt berpendapat bahwa jumlah rakaat Shalat Tarawih minimal 2 rakaat. Maksimalnya 20 rakaat. Dikerjakan khusus pada setiap malam bulan Ramadhan, baik secara sendiri-sendiri ataupun berjamaah, tetapi lebih afdhal shalat Tarawih dikerjakan secara berjamaah.[2]
Sedangkan menurut al-Hafizh Syaikh Abdullah al-Harariy berpendapat bahwa: ”Shalat Tarawih adalah bagian dari Qiyam Ramadhan. Siapa yang berniat mengerjakan Shalat Tarawih tidak boleh kurang atau lebih dari 20 rakaat. Dengan alasan Tarawih merupakan sebuah istilah yang telah terdefinisi dengan jelas, sebagai shalat yang dikerjakan oleh para sahabat di zaman Sayidina Umar Ibn Khatthab khusus pada bulan Ramadhan dengan 20 rakaat, 10 kali salam. Adapun bila seseorang berniat mengerjakan shalat Qiyam Ramadhan, maka tidak ada batasan rakaatnya. Artinya, boleh kurang atau lebih dari 20 rakaat.[3]

Khusus bagi penduduk kota Madinah boleh mengerjakan shalat Tarawih lebih dari 20 rakaat. Sedangkan jumlah rakaat shalat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti penting) dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Tetapi yang paling afdhal mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Karena sesuai dengan amalan yang telah dikerjakan oleh para sahabat, Tabiin dan para Salafus Sâlih.

Kalau kita mau jujur, dengan menelusuri dan mencermati pendapat para ulama yang telah dikemukakan di atas, hampir semua sependapat dan sepakat bahwa mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat itu adalah jumlah rakaat yang paling banyak dikerjakan oleh banyak umat Islam termasuk di Masjid al-Haram Makkah sejak zaman Khalifah Umar Ibn Khatthab sampai saat sekarang ini, dan hal itu tidak pernah berubah. Sebagaimana telah ditegaskan oleh para imam Mujtahid; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad Ibn Hambal dan hampir semua ulama termasuk Syaikh Ibn Taymiyyah.

Siapa lagi yang pantas dan patut kita teladani dalam mengamalkan suatu ibadah kalau bukan para ulama Salafus Salih, merekalah yang lebih utama dari pada kita, karena mereka hidup dalam masa yang lebih baik dari masa kita. Rasulullah bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُم .
Artinya”Manusia terbaik adalah mereka yang hidup pada masa aku hidup (para sahabat) kemudian generasi selanjutnya (para Tabi’in) kemudian generasi selanjutnya (pengikut Tabi’in).”[4]
Adapun hukum orang yang mengerjakan shalat Tarawih kurang dari 20 rakaat, seperti 8 rakaat, maka ia tetap mendapat pahala Shalat Tarawih. Dengan catatan, 8 rakaat tersebut dikerjakan dengan salam pada tiap 2 rakaatnya. Namun pahala yang ia dapat tidak seperti orang yang mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat. Apabila shalat Tarawih 8 rakaat itu dikerjakan dengan cara 4 rakaat sekali salam-4 rakaat sekali salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah.

Bagi mereka yang mengerjakan di masjid atau di mushalla shalat Tarawih dengan 8 rakaat dan ditambah 3 rakaat shalat Witir, mereka pun masih bisa mendapatkan keafdholan pahala shalat Tarawih dengan cara menyempurnakan bilangan rakaat shalat Tarawih di rumah dengan menambahkan 12 rakaat, agar jumlah rakaat shalat Tarawih mereka 20 rakaat.

Para Ulama bersepakat mengatakan berapapun bilangan rakaat shalat Tarawih yang dikerjakan, setiap 2 rakaat diakhiri dengan salam. Adapun pendapat sekelompok orang yang mengajarkan dan mengamalkan shalat Tarawih dengan cara 4 rakat sekali salam, 4 rakaat sekali salam, yang semarak dikerjakan banyak orang dan sudah terlanjur mengakar, sehingga muncul kesan bahwa praktek seperti itulah yang benar dan perlu ditradisikan. Padahal fakta ilmiah mengatakan cara seperti itu tidak benar dan tidak sejalan dengan ajaran para ulama Salafus Shalih. Sia-sia mengerjakan shalat Tarawih sebulan penuh, kalau ternyata praktek ibadah yang dikerjakan menyalahi aturan Syariat. Ini yang disebut Sial Dangkalan, sudah cape, tenaga terkuras, waktu terbuang, pahalanya kaga ada. Laksana orang yang nimba kubangan (kobak) besar yang ada di sawah untuk mendapatkan banyak ikan, ternyata ia tidak dapatkan ikan karena kubangan itu sudah di cengkaling orang.
Para ulama Mazhab Imam Malik dan Mazhab Imam Ahmad Ibn Hambal berpendapat:”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali salam itu hukumnya Makruh. Karena telah meninggalkan kesunahan bertasyahhud dan memberi salam pada setiap 2 rakaat.[5] Sedangkan para ulama Mazhab Imam Syafii mengatakan: ”Shalat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali salam, hukumnya tidak sah”.[6] Dengan alasan telah menyalahi istilah dan prosedur shalat Tarawih yang sudah jelas definisinya.

[2] Hasan Ibn Ahmad al-Kaf, al-Taqrirat al-Sadidah Fi Masail al-Mufidah, vol. 1 (Dar al-Ulum: Surabaya 2004) h. 287.
[3] Al-Hafiz Abdullah al-Harariy, Bughyah al-Thâlib Lima’rifah al-Ilm al-Diniy al-Wajib, vol. 1 (Dar al-Masyari’ 2004) h. 281.
[4] Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy, Imam Muslim, Imam Tirmidziy, Imam Ahmad, Imam Ibn Abi Syaybah, Imam al-Bayhaqiy, Imam Hakim, Imam al-Thabaraniy, Imam Ibn Hibban dan lain-lain.
[5] Lihat: Hasyiyah al-Fawâkih al-Dawâniy Alâ Risâlah Abi Zayd al-Qayrawâniy, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr tt) h. 464; Hasyiyah al-Adawiy Ala Syarh Kifâyah al-Thâlib al-Rabbâniy, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr tt) h. 442; Abdurrahman al-Jazîriy, Kitâb al-Fiqh Ala al-Madzâhib al-Arba’ah, vol. 1 (Beirut: Dâr al-Fikr 2002) h. 290; Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuh, vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr 1989) h. 65-73.
[6] Bagi anda yang ingin mengetahui lebih luas penjelasan argumen para ulama secara terperinci terkait masalah tersebut, silahkan anda merujuk risalah: الجــواب الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح, yang telah kami cetak pertama kali pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1430 H bertepatan dengan tanggal 9 Maret 2009 M.

Dalam risalah الجـواب الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح, penulis telah sebutkan lebih dari 75 kitab Mu’tabar dari berbagai cabang ilmu, baik dari keterangan kitab Syarh hadis, fiqh, Ushul Fiqh dan Taswwuf, yang menyatakan bahwa shalat Tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu tidak sah. Di antaranya:

ü Imam Nawawiy al-Dimasyqiy:
يَدْخُلُ وَقْتُ التَّرَاوِيْحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوْعِ اْلفَجْرِ وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ اْلعَادَةُ فَلَوَْصَلَّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فيِ فَتَاوِيْهِ ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ قَالَ وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ أَوْ صَلاَةَ التَّرَاوِيحِ أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ فَيَنْوِيْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ مِنْ صَلاَةِ التَّرَاوِيحِ . )المجموع شرح المهذب : ج 4 ص : 38 (دار الفكر 2000)
Artinya:”Masuk waktu shalat Tarawih itu setelah melaksanakan shalat Isya. Imam al-Baghawi dan lainnya menyebutkan: “waktu tarawih masih ada sampai terbit fajar”. Hendaklah seseorang mengerjakan shalat Tarawih dengan dua rakaat- dua rakaat, sebagaimana kebiasaan shalat sunah lainnya. Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan. Al-Qâdhi juga berpendapat seorang dalam shalat Tarawih ia tidak boleh berniat mutlak, tetapi ia berniat dengan niat shalat sunah Tarawih, shalat Tarawih atau shalat Qiyam Ramadhan. Maka ia berniat pada setiap 2 rakaat dari shalat Tarawih.

ü Imam Ahmad Ibn Hajar al-Haytamiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً , وَيَجِبُ فِيْهَا أَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى بِأَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ لِشِبْهِهَا بِاْلفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ بِخِلاَفِ نَحْوِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ . )فتح الجواد شرح الارشاد :ج 1 ص : 163 (مكتبة اقبال حاج ابراهيم سيراغ ببنتن 1971)
Artinya: Shalat Tarawih itu 20 rakaat, wajib dalam pelaksanaanya dua-dua, dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah karena hal tersebut menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang). Lain halnya dengan shalat sunah Zuhur dan Ashar (boleh dikerjakan empat rakaat satu salam) atas Qaul Mu’tamad.

ü Imam Muhammad Ibn Ahmad al-Ramliy:
وَلَا تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ مِنْ التَّرَاوِيحِ أَوْ مِنْ قِيَامِ رَمَضَانَ .وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ إنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا ، وَإِلَّا صَارَتْ نَفْلًا مُطْلَقًا ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ.) نهاية المحتاج شرح المنهاج : ج 1 ص :127 (دار الفكر 2004)
Artinya: Tidak sah shalat Tarawih dengan niat shalat Mutlak, seharusnya seseorang berniat Tarawih atau Qiyam Ramadhan dengan mengerjakan salam pada setiap 2 rakaat. Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, jika ia sengaja-ngaja dan mengetahui maka shalatnya tidak sah. Kalau tidak demikian maka shalat itu menjadi shalat sunah Mutlak, Karena menyalahi aturan yang disyariatkan”.
ü Imam Ahmad Ibn Muhammad al-Qasthallaniy:
وَ فُهِمَ مِمَّا سَبَقَ مِنْ أَنَّها بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ أَنَّهُ لَوْ صَلَّاهَا أَرْبَعًا أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ، وَبِهِ صَرَّحَ فِي الرَّوْضَةِ لِشَبَهِهَا بِالْفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلَا تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ . )ارشاد الساري شرح صحيح البخاري : ج 3 ص : 426 (دار الفكر 1984)
Artinya: “Dipahami dari ungkapan yang lalu sesungguhnya shalat Tarawih itu pelaksanaannya dengan 10 kali salam, Seandainya seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat sekali salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah. Seperti inilah keterangan yang telah dijelaskan oleh Imam Nawawiy dalam kitab al-Rawdhah, Karena shalat Tarawih menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah (tiap 2 rakaat melakukan Tasyahhud), maka jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang).”
ü Imam Zakariya al-Anshariy:
وَسُمِّيَتْ كُلُّ أَرْبَعٍ مِنْهَا تَرْوِيحَةً لِأَنَّهُمْ كَانُوا يَتَرَوَّحُونَ عَقِبَهَا أَيْ : يَسْتَرِيحُونَ ، وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ لِأَنَّهَا بِمَشْرُوعِيَّةِ الْجَمَاعَةِ فِيهَا أَشْبَهَتْ الْفَرِيضَةَ فَلَا تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ . )فتح الوهاب شرح منهج الطلاب : ج1 ص : 58 ( منارا قدس د ت)
Artinya: Pada setiap 4 rakaat dinamai satu Tarwihah karena para sahabat bersantai-santai setelahnya artinya beristirahat. Jika seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan satu salam maka tidak sah, karena anjuran berjamaah pada shalat Tarawih menyerupai shalat fardhu, maka jangan diubah aturan yang telah ada keterangannya.”
ü Imam Jalaluddin Muhammad al-Mahalliy:
( وَمَعْنَى الشَّرْعِيِّ ) الَّذِي هُوَ مُسَمَّى مَا صَدَقَ الْحَقِيقَةُ الشَّرْعِيَّةُ ( مَا ) ، أَيْ : شَيْءٌ ( لَمْ يُسْتَفَدْ اسْمُهُ إلَّا مِنَ الشَّرْعِ ) كَالْهَيْئَةِ الْمُسَمَّاةِ بِالصَّلَاةِ ( وَقَدْ يُطْلَقُ ) ، أَيْ : الشَّرْعِيُّ ( عَلَى الْمَنْدُوبِ ، وَالْمُبَاحِ ) ، وَمِنْ الْأَوَّلِ قَوْلُهُمْ مِنْ النَّوَافِلِ مَا تُشْرَعُ فِيهِ الْجَمَاعَةُ ، أَيْ : تُنْدَبُ كَالْعِيدَيْنِ . وَمِنْ الثَّانِي قَوْلُ الْقَاضِي الْحُسَيْنِ لَوْ صَلَّى التَّرَاوِيحَ أَرْبَعًا بِتَسْلِيمِة لَمْ تَصِحَّ ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ .) شرح جمع الجوامع : ج 1 ص : 304 (مطبعة مصطفى البابي الحلبي 1973)
Artinya: Makna Syar’i itu dinamakan sesuatu yang berbetulan dengan hakikat syara’ adalah sesuatu yang tidak dipahami namanya melainkan dari syara’ seperti bentuk shalat. Digunakan juga makna syar’i itu atas perbuatan yang mandub dan mubah, dari definisi pertama para ulama berpendapat shalat sunah yang disyari’atkan berjamaah artinya disunahkan berjamaah seperti shalat dua hari raya idul fitri dan idul Adha. Dari definisi kedua ini perkataan al-Qadhi Husein yang mengatakan “Seandainya ia mengerjakan shalat Tarawih dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah”.

ü Imam Jalaluddin Abdurrahman al-Suyuthiy:
(وَيَقُوْمُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً) بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ بَيْنَ صَلاَةِ اْلعِشَاءِ وَ طُلُوْعِ اْلفَجْرِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ , كَمَا نَقَلَهُ فِي الرَّوْضَةِ عَنِ الْقَاضِي حُسَيْنٍ وَأَقَرَّهُ ِلأَنَّهُ خِلاَفُ اْلمَشْـرُوْعِ .) شرح التنبيه في فروع الفقه الشافعي : ج 1 ص : 134 (دار الفكر 1996)
Artinya: “Seseorang mengerjakan shalat Tarawih pada tiap malam bulan Ramadhan dengan 10 kali salam pada tiap malam antara shalat Isya sampai terbit fajar. Jika seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan satu salam maka hukumnya tidak sah. Sebagaimana Imam Nawawi menukilkannya dalam kitab Rawdhah dari al-Qadhi Husain dan beliau menetapkan hal itu karena menyalahi aturan yang disyariatkan”.
ü Imam Zaynuddin al-Malibariy:
(وَ) صَلاَةُ (التَّرَاوِيْحِ) ، وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ، فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، لِخَبَرِ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاْحتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. وَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ ، بِخِلاَفِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَاْلعَصْرِ وَالضُّحَى وَاْلوِتْرِ. وَيَنْوِي بِهَا التَّرَاوِيْحَ أَوْ قِيَامَ رَمضَانَ) . فتح المعين شرح قرة العين بمهمات الدين : ص : 33( منارا قدس د ت)
Artinya: Shalat Tarawih 20 rakaat dengan 10 kali salam pada setiap malam di bulan Ramadhan. Karena ada hadis: Siapa saja melaksanakan Qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka dosanya yang terdahulu di ampuni. Wajib setiap 2 rakaat mengucapkan salam. Jika seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan satu salam maka hukum shalat Tarawihnya tidak sah. Berbeda dengan shalat sunah Zuhur, Ashar, Dhuha dan witir. Seharusnya bagi yang mengerjakan shalat Tarawih, ia berniat dengan niat Tarawih atau Qiyam Ramadhan.
ü Imam Taqiyuddin al-Hashaniy
وَسُمِّيَتْ باِلتَّرَاوِيْحِ ِلأَنَّهُمْ كَانُوا يَسْتَرِيْحُوْنَ بَعْدَ كُلِّ تَسْليْمَتَيْنِ وَيَنْوِي فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّرَاوِيْحَ أوْ قِيَامَ رَمَضَانَ وَلَوْ صَلاَّهَا أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ . (كفاية الأخيار شرح غاية الأختصار : ج 1 ص : 91 (دار الفكر 2004)
Artinya; Dinamakan Tarawih karena para sahabat melakukan istirahat pada setiap 2 kali salam (4 rakaat). Seseorang yang melaksanakannya berniat pada tiap 2 rakaat dengan niat Tarawih atau Qiyam Ramadhan. Bila ia shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam maka shalatnya tidak sah.
ü Imam Muhammad Ibn Qasim
اَلتَّرَاوِيحُ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فيِ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَجُمْلَتُهَا خَمْسُ تَرْوِيْحَاتٍ, وَيَنْوِيْ الشَّخْصُ بِكُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّرَاوِيْحَ أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ, فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ لَمْ تَصِحَّ . )فتح القريب المجيب شرح متن غاية والتقريب ص : 13 ( منارا قدس د ت)
Artinya: Shalat Tarawih dikerjakan 20 rakaat, terdiri dari 10 salam pada tiap malam bulan Ramadhan. Jumlahnya 5 tarwihah (istirahat). Seseorang yang mengerjakannya ia berniat tiap 2 rakaat akan shalat Tarawih atau Qiyam Ramadhan. Jika ia shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam maka shalat Tarawihnya tidak sah .

ü Imam Murtadha Muhammad al-Zabidiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ وَكَيْفِيَّتُهَا مَشْهُوْرَةٌ قَالَ النَّوَوِيُّ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيمِة لَمْ يَصِحَّ. (اتحاف السادة المتقين شرح احياء علوم الدين : ج 3 ص : 415 (دار الفكر د ت)
Artinya: Shalat Tarawih itu 20 rakaat dengan 10 kali salam. Tata caranya telah diketahui banyak orang. Imam Nawawi berkata “Seandainya seseorang shalat Tarawih 4 rakaat dengan sekali salam, maka shalat Tarawihnya tidak sah.”
ü Imam Muhammad Amin Kurdiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ, فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ , وَيُسَنُّ كَوْنُهَا جَمَاعَةً .) تنويرالقلوب في معاملة علام الغيوب : ص : 199 (دار الفكر 1994)
Artinya; Shalat Tarawih itu dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Bila seseorang shalat setiap 4 rakaat dengan satu salam maka shalatnya tidak sah. Disunahkan pelaksanaannya berjamaah.”
ü Sayyid Muhammad Ibn Abdullah al-Jurdaniy
وَلاَ بُدَّ أَنْ تُفْعَلَ رَكْعَتَيْنِ لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ , وَلَوْ أَحْرَمَ بِزِيَادَةٍ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اَوْ بِنَقْصٍ عَنْهُمَا لَمْ يَنْعَقِدْ اِحْرَامُهُ . )فتح العلام بشرح مرشد الأنام ج 2 ص : 27 (دار السلام 1988)
Artinya: Seharusnya shalat Tarawih itu dikerjakan dengan cara 2 rakaat (satu salam) karena telah datang keterangannya. Seandainya seseorang melakukan takbiratul ihram lebih dari 2 rakaat atau kurang dari 2 rakaat dalam mengerjakan shalat Tarawih maka shalat Tarawihnya tidak jadi (tidak sah).

ü Syaikh Ibrahim Ibn Muhammad al-Bayjuriy:
وَيُؤَيِّدُهُ مَا هُوَ ظَاهِرُ سِيَاقِ الْحَدِيْثِ مِنَ أَنَّ اْلأَرْبَعَ رَكَعَاتٍ كَانَتْ بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ, وَعَلَى كَوْنِهَا كَانَتْ صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ يَتَعَيَّنُ أَنَّهَا كَانَتْ بِسَلاَمَيْنِ, ِلأَنَّ التَّرَاوِيْحَ يَجِبُ فِيْهَا السَّلاَمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , وَلاَ يَصِحُّ فِيْهَا أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ . )المواهب اللدنية على الشمائل المحمدية ص : 144 (الحرمين د ت)
Artinya;Ungkapan zohir hadis menguatkan hal itu, sesungguhnya 4 rakaat dikerjakan dengan sekali salam. Apabila shalat tersebut adalah shalat Tarawih menjadi keharusan 4 rakaat dikerjakan dengan 2 salam, karena pelaksanaan shalat Tarawih hukumnya wajib salam pada tiap 2 rakaat. Tidak sah shalat Tarawih dikerjakan 4 rakaat, sekali salam.
ü Syaikh Muhammad Nawawiy al-Bantaniy:
وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ مِنَ التَّرَاوِيْحِ اَوْ مِنْ قِـيَامِ رَمَـضَانَ اَوْ سُنَّةِ التَّرَاوِيْحِ. وَلاَ يَصِحُّ اَنْ يُصَلِّيَ أَرْبَعًا مِنْهَا بِسَـلاَمٍ بَلْ لاَ بُـدَّ اَنْ يَكُوْنَ كُلُّ رَكْعَتَيْنِ مِنْهَا بِسَـلاَمٍ لِأَنَّهَا وَرَدَتْ كَذَلِكَ . )نهاية الزين شرح قرة العين بمهمات الدين : ص : 114 (الحرمين 2005)
Artinya: “Shalat Tarawih tidak sah bila dilakukan dengan niat shalat mutlak, tetapi seseorang yang mengerjakannya berniat shalat Tarawih, shalat Qiyam Ramadhan atau shalat sunah Tarawih. Tidak sah bila ia melakukan shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, bahkan semestinya yang ia lakukan adalah mengucapkan salam pada tiap 2 rakaat karena begitulah keterangan yang datang.”
ü Syaikh Muhammad Mahfuz al-Termasiy
قَوْلُهُ: (فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا) اَيْ مَثَلًا فَالْمُرَادُ بِهِ أَكْثَرُ مِنْ رَكْعَتَيْنِ قَوْلُهُ: (بِتَسْلِيْمَةٍ) اَيْ وَاحِدَةٍ قَوْلُهُ: (لَمْ يَصِحَّ) أَيْ لَمْ تَنْعَقِدْ مَوْهَبَة ذي الفضل على شرح ابن حجر الهيتمي للمقدمة بافضل ج 2 ص : 469 (المطبعة العامرة الشرفية بمصر المحمية 1326 )
Artinya: "Perkataan Ibn Hajar: Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat seumpamanya, maka yang dimaksud adalah lebih dari 2 rakaat, dengan satu salam, maka hukum shalatnya tidak sah yakni batal
ü Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Kediriy
وَاعْلَمْ اَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ ِمنْ رَمَضَانَ .وَكَيْفِيَّتُهَا مَشْهُوْرَةٌ قَالَ النَّوَوِيُّ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ اْلقَاضِى حُسَيْنٌ فِي فَتَاوِيْ ِلاَنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ . (مناهيج الامداد شرح ارشاد العباد الى سبيل الرشاد ج 1 ص : 240 (مطبعة المعهد الاحسان الجمفسي 2006)
Artinya: Ketahuilah sesungguhnya shalat Tarawih 20 rakaat dengan 10 salam pada tiap malam bulan Ramadhan. Tata caranya telah diketahui banyak orang. Imam Nawawi berkata “Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah”. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan.

ü Habib Ahmad Ibn Umar al-Syathiriy
صَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ, وَيَجِبُ اَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى وَوَقْتُهَا مِنْ أَدَاءِ صَلاَةِ الْعِشَاءِ اِلَى طُلُوْعِ الْفَجْرِ, فَيُسَلِّمُ حَتْمًا مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْ أَحْرَمَ بِأَكْثَرَ عَامِدًا عَالِمًا لَمْ تَنْعَقِدْ وَاِلَّا اِنْعَقَدَتْ نَفْلاً مُطْلَقًا . (الياقوت النفيس في مذهب ابن ادريس : ص : 43 (دار المعرفة 2005)
Artinya: Shalat Tarawih dilaksanakan 20 rakaat pada setiap malam bulan Ramadhan. Dalam pelaksanaannya wajib 2 rakaat-2 rakaat. Waktunya dari selesai mengerjakan shalat Isya sampai terbit fajar. Seseorang dipastikan memberi salam pada tiap 2 rakaatnya. Jika ia shalat lebih dari 2 rakaat sengaja- ngaja dan tahu (itu tidak sah) maka shalat Tarawihnya rusak. Tetapi bila ia tidak sengaja atau lantaran ketidaktahuannya maka Tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu menjadi shalat sunah mutlaq.
ü Syaikh Abdul Hamid Ibn Muhammad Ali Qudus
فَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا أَوْ أَكْثَرَ بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ أَصْلاً اِنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا وَاِلاَّ صَحَّتْ نَفْلاً مُطْلَقًا . (الأنوار السنية شرح الدرر البهية : ص : 112 (الحرمين د ت)
Artinya; Wajib salam pada setiap 2 rakaat. Bila seseorang shalat 4 rakaat atau lebih dengan sekali salam maka shalat Tarawihnya tidak sah sama sekali, jika ia sengaja-ngaja atau mengetahui itu. Jika tidak, maka shalatnya sah menjadi shalat mutlaq.
ü Syaikh Ali Ma’shum al-Jokjawiy Kerapyak
وَاعْلَمْ أَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحِ مَثْنَى مَثْنَى فِي مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ, وَالشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا : يَجِبُ اَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَاِذَا صَلاَّهَا بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ لَمْ تَصِحَّ . (حجة اهل السنة والجماعة ص : 34 )
Artinya;Ketahuilah sesungguhnya shalat Tarawih itu dikerjakan dengan 2 rakaat-2 rakaat menurut pandangan Ahlu Sunah Wal jama’ah. Ulama mazhab Syafii berkata;” Wajib, seseorang salam pada tiap 2 rakaat. Jika ia mengerjakan shalat Tarawih 4 rakaat dengan 1 salam, maka hukum shalatnya tidak sah.

ü Syaikh Muhammad Muhajirin Amsar Bekasi:
قوله : (يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ) صَلاَتُهُ صَلَّىاللهُ عَليْهِ وسلم أَرْبَعًا يَحْتَمِلُ أَنَّهَا سَلاَمَانِ وَتَشَهُّدَانِ بِدَلاَلَةِ فِعْلِهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْلِهِ : صَلاَةُ الَّليْلِ مَثْنَى مَثْنَى, وَحَقَّقَ عُلَمَاءُ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ بِنِيَّةِ التَّرَاوِيْحَ لَمْ يَصِحَّ لِمُخَالَفَتِهِ بِمَا عَلَيْهِ حَدِيْثُ رَسُوْلِ اللهِ صلىالله عليه وسلم: صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَعَمِلَهُ أَصْحَابُ اْلكِرَاِم رضيَ اللهُ تعالى عنَهُمْ .) مِصْباح الظَّلاَم شرح بلوغ المرام من ادلة الأحكام : ج 2 ص : 142)
Artinya: Perkataan (Nabi shalat 4 rakaat, maka jangan kau tanya bagaimana bagus dan panjangnya) shalat Nabi 4 rakaat mengandung kemungkinan 4 rakaat, itu dengan cara 2 salam dan 2 tasyahhud. Dengan adanya perbuatan dan perkataan Nabi “ Shalat malam itu 2 rakaat 2 rakaat. Ulama Mazhab Syafi’i telah mentahqiq sesengguhnya siapa saja yang shalat 4 rakaat sekali salam dengan niat Tarawih maka tidak sah. Karena menyalahi hadis Rasulullah “ Shalat malam itu dua dua” dan juga menyalahi amalan para sahabat mulia yang Allah telah berikan keridhaanNya kepada mereka.”
ü Syaikh Muallim Muhammad Syafii Hadzami
Tidak dikenal ikhtilaf (perbedaan) antara Imam-Imam mujtahidin yang empat hal bilangan atau jumlah rakaat Qiyam Ramadhan (Shalat Tarawih) melainkan sebagai berikut :
1) 20 rakaat menurut mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad Ibn Hambal.
2) 36 rakaat merupakan salah satu riwayat Imam Malik bagi penduduk Madinah.
Syaikh Abdul Wahhab al-Sya’râniy pun menyebutkan hal ini dalam kitab al-Mîzân al-Kubrâ sebagai berikut:
وَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ أَبِي حَنِيْفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ اَنَّ صَلاَةَ التَّرَاوِيْحَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً وَاِنَّهَا فِي الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مَعَ قَوْلِ مَالِكٍ فِي اِحْدَى الرِّوَايَاتِ عَنْهُ اِنَها سِتَّةٌ وَثَلاَثُوْنَ رَكْعَةً (الميزان الكبرى ج 1 ص : 185 دار الفكر د ت)
Artinya: Sebagian dari yang demikian adalah Qaul Imam Abi Hanifah, Imam Syafii dan Imam Ahmad bahwa Shalat Tarawih di dalam Bulan Ramadhan adalah 20 rakaat dan sesungguhnya berjamaah itu lebih utama disertai Qaul Imam Malik dalam satu riwayat darinya adalah 36 rakaat.
Kaifiyyah 20 rakaat yaitu dikerjakan dengan sepuluh salam dan memberi salam pada tiap dua rakaat. Kata Imam Nawawi dalam kitab Rawdhah” jika seseorang bersembahyang Tarawih 4 rakaat dengan satu salam niscaya tidak sah, karena menyalahi yang disyariatkan.[1]

ü Syaikh Usman Ibn Muhammad Askar
Jumlah Rakaat shalat Tarawih
Bapak : ”Berapakah rakaat sempurna shalat Tarawih itu”?
Anak : ”20 rakaat. Namun bagi penduduk Madinah, mereka boleh mengerjakannya lebih dari 20 rakaat hingga 36 rakaat. Cara mengerjakannya tip-tiap 2 rakaat diakhiri dengan salam. Setelah selesai shalat Tarawih hendaknya ditutup dengan shalat witir”.
Bapak : ”Bagaimana hukumnya jika shalat Tarawih dilaksanakan kurang dari 20 rakaat”?
Anak : ”Tetap mendapat pahala. Namun tidak seperti pahala shalat Tarawih 20 rakaat”.
Bapak : ”Bolehkah shalat Tarawih dikerjakan 4 rakaat-4 rakaat dengan satu tasyahhud (salam)”?
Anak : ”Hukumnya tidak sah, sesuai dengan yang dijelaskan para ulama dalam kitab fiqh”.[2]
ü Prof. Dr Syifa Hasan Hito
صَلاَةُ التَّرَاِويْحِ وَتُسَمَّى قِيَامَ رَمَضَانَ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَـةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ بِاْلأِجْمَاعِ , وَلاَ يَصِحُّ الْوَصْلُ بَيْنَ أَرْبَعٍ مِنْهَا . )امتاع الأسماع شرح أبي شجاع : ج 1 ص : 85 (دار الضياء 2005)
Artinya; Shalat Tarawih juga dinamakan Qiyam Ramadhan. Shalat Tarawih itu 20 rakaat dengan 10 kali salam dengan adanya ijma’. Tidak sah bila menggabung 4 rakaat dengan satu salam.
ü K.H Abdurrahman Nawi Tebet
Shalat Tarawih hukumnya Sunah muakkadah. Bilangan rakaatnya yaitu:
1) Bagi kita 20 rakaat (ijma’ para sahabat).
2) Bagi Ahli Madinah 36 rakaat.

Waktunya Ba’da Shalat Isya hingga fajar shodiq.
Perhatian!!!
1) Dilakukan dengan 10 salam.
2) Tidak sah dilakukan 4 rakaat satu salam.
3) Sunah dijamaahkan.[1]

Jumat, 19 Juni 2015

AKIBAT MENYEPELEKAN SESUATU


Ketenangan Cakra Jiwa

Seorang telik sandi saat kondisi santai melihat paku tapal kuda kaki kiri depannya goyah..
namun ia tetap berleha-leha dalam persembunyiannya...tanpa lekas memperbaikinya...
saat ia tertidur sebentar... merpati pembawa berita datang....
isi berita tentang penyerbuan besar-besaran ke pasukan yang sedang istirahat di titik kumpul....
ia bergegas menunggangi kudanya dan berlaju cepat......
paku tapal yang goyah akhirnya lepas saat kuda ua pacu dengan kencang....
sang kudapun tersungkur....
telik sandi tpdak bisa menggunakan kudanya karena kakinya patah....
iapun bertekad berlari menuju peristarahatan pasukannya....
sayang semangat dan tenaga untuk berlari tidak sama dengan kuda miliknya....
sesampainya disana... yang ia lihat... adalah ribuan pasukan temannya...
sudah menjadi korban peperangan.....
ia menangis.... dan tangisannya tpdak bisa mengembalikan nyawa pasukan nya..

Rabu, 17 Juni 2015

Tujuan Penciptaan


Cuplikan Kitab Kimiya' Al Sa'adah

Ketahuilah, manusia tidak diciptakan secara main-main atau sembarangan. Ia diciptakan dengan sebaik-baiknya dan demi tujuan yang mulia. Meski bukan bagian dari Yang Kekal, ia hidup selamanya; meski jasadnya rapuh dan membumi, ruhnya mulia dan bersifat ilahi. Melalui tempaan zuhud, ia sucikan dirinya dari nafsu jasmani dan mencapai tingkatan tertinggi, tidak menjadi budak nafsu, dan meraih sifat-sifat malakut. Ia temukan surganya dalam perenungan tentang Keindahan Abadi dan tak lagi memedulikan kenikmatan badani. Kimia ruhani yang mampu menghasilkan perubahan seperti ini, layaknya kimia yang mengubah logam biasa menjadi emas, tak mudah ditemukan. 

Sabtu, 13 Juni 2015




SHOLAT DULU BARU MAKAN atau MAKAN DULU BARU SHOLAT

Oleh Pengasuh Ketenangan Cakra Jiwa (Syajaratul Yaqin)

Pukul 17.30 mbah Qodim mulai melangkahkan kakinya dari rumahnya menuju mushola...
setibanya di warung kopi mak Narti... terlihat pak RW dan pak RT sedang bersi tegang...
Mbah Qodim tersenyum saja melintasinya, karena pada dasarnya mbah Qodim tidak suka perdebatan...
Tiba-tiba pak RT berteriak.. "Nah itu mbah Qodim!!! kita tanya saja beliau... mbah tolong kemari sebentar!!"
Mbah Qodim pun dengan senyum khasnya mendekati pak RT dan pak RW...
Mak Narti berkata "Mbah .. tolong ini dari jam 3 tadi nggak rampung-rampung berdebatnya"
Mbah Qodim "Memang apa toh yang di perdebatkan?"
Pak RT "Gini mbah, saya bilang kan bagusnya sholat dulu baru makan, eh pak RW bilang makan dulu baru sholat, gmn menurut mbah?"
Mbah Qodim "Lah pak RW kenapa makan dulu baru sholat?"
Pak RW " Gini mbah, kalau kita makan dulu baru sholat artinya makan sah2 saja bila ingat sholat, asal jgn sholat ingat makan!!"
Mbah Qodim "Bener itu, setuju pak RW"
Pak RT "Tapi mbah, kalau kita sholat dulu baru makan, kan makannya bs santai, atau mau tambah lg jg sudah tidak dikejar-kejar waktu mbah!"
Mbah Qodim "Lah kuwi yo bener juga pak RT"
Pak RT dan Pak RW "Lalu yang lebih benar yang mana mbaaaaaaahhh???!!!"
Mbah Qodim ternyum "Keduanya bener bila dilihat dari situasi pada saat itu, Rasulullah SAW pernah silaturrahim ke rumah Sayyidina Ali RA, saat itu makanan sudah disiapkan oleh sayyidana Fatimah RA, saat sdh siap makan, eh azan berkumandang, lalu Sayyidina Ali mengajak Rasulullah SAW sholat, namun Rasulullah SAW mengajak mereka makan dulu, ya ituuu biar sholat nggak ingat makan, Dan sholat dulu baru makan juga bagus, krn sholat di awal waktu lebih utama... YANG NGGAK BENER itu .. makan sambil sholat atau sholat sambil makan"
Pak RW dan pak RT manggut2,
Mbah Qodim " Nah pak RW sama pak RT ngeributin sholat dari tadi berdebat dari jam 3 sdh sholat ashar belum???"
Pak RW dan pak RT pun tersenyum malu sambil menunduk...
Mbah Qodim "Wealah bapak2 ini .. pinter debat tok... nglakono ora, wesss aku tak minggir ae... "
Pak RW dan pak RT celinggukan malu..
Mbah Qodim berjalan menuju mushola sambil geremeng "Ayoo kita sholat magrib bapak2!!"
sekali lagi pak RW dan pak RT menunduk "Duluan mbah"
Mbah Qodim "Lengkap sudah keadaan bangsa ini saat ini, pinter ngoreksi, debat, dll, semua yg didebatkan seolah2 mencari kebaikan.... TETAPI HANYA NGOMONG TOK!!!"
Mak Narti senyum2 melihat Mbah Qodim dengan sendal jepit tipisnnya sembari memegangi sarungnya yang sudah kelihatan lusuh tersebut berlalu dari warung miliknya....
Kebersamaan .... Ketenangan Cakra Jiwa (syajaratul Yaqin)