Senin, 26 Maret 2018

BEDA NASIB DAN TAQDIR


Suasana warung mak Narti begitu sepi, pak RT dan pak RW duduk berdekatan dengan mbah Qodim, mereka bertiga memperhatikan bibir mak Narti yang sedang menggerundel “Nasib ... nasib ... saiki kok kabeh-kabes sepi, golek duit susah banget.”

Pak RT dengan berwajah sedikit diwibawa-wibawakan menjawab “Sabar mak, mungkin sudah Taqdirnya begini hehhee”

Mak Narti mendengar ucapan pak RT langsung menjawab “Taqdir ... wealah Gusti opo yoo taqdirku koyo ngene sih?”

Pak RT dan pak RT cekikikan mendengarnya, tidak lama keduanya menghentikan tawa tersebut setelah mendengar ucapan lirih mbah Qodim yang tidak ikut terawa bersama mereka .... ucapan lirih berbunyi “Tadir ... Nasib ... apa itu taqdir ... apa itu nasib?”

Dengan perlahan pak RW bertanya “Memang nasib dan taqdir itu berbeda ya mbah?”

Kopi panas berbunyi nyaring saat bibir tua itu berada dipinggiran cangkir ... sruuupppp, “Menurut bapak-bapak bagaimana?” tanya mbah Qodim.

Keduanya merapat memperhatikan mbah Qodim .... begitu juga mak Narti ... “Selama ini banyak sekali yang bilang mungkin sudah nasib saya begini ... atau mungkin sudah taqdir saya begini .. serupa ... kok kami jadi bingung mbah, mana yang benar?”

Mbah Qodim menerawang memandangi kopinya “Nasib itu PILIHAN yang diberikan Allah SWT dan Taqdir adalah KETENTUAN yang harus dilalui setelah menentukan pilihan tersebut.”

Pak RT dan Pak RW semakin bingung ... “Iya mbah kami waktu pengajian dapat petuah bahwa dari dalam alam kandungan taqdir kita sudah dituliskan ... lalu kalau sudah tertulis kenapa kita harus pontang panting cari kerja, susah payah belajar, toh taqdir kita sudah tertulis di alam kandungan.” 

“Bapak-bapak yakin bahwa bapak-babak sebelum terlahir ke dunia ini sudah menyepakati taqdir yang sudah tertulis tersebut?” Mbah Qodimpun bertanya.

Tampaknya Pak RT dan Pak RW semakin bingung, jika memang semua manusia yang terlahir di dunia ini memang karena kesepakatan setelah menandatangi taqdirnya masing-masing lalu kenapa dalam realitanya manusia acap sekali banyak yang berputus asa, “Wah kami bingung mbah, mau bilang yakin ntar mbah tanya buktinya apa? nah kami akan semakin bingung”

Mbah Qodim tersenyum “ Telah menceritakan kepadaku Abu Kamil Fudhail bin Husain Al Jahdari; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid; Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Abu Bakr dari Anas bin Malik -secara marfu'- dia berkata; Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengirim malaikat pada setiap rahim, dan malaikat itu berkata; Wahai Rabb nutfah (air mani) , Rabb 'alaqah (segumpal darah), Rabb mudhghah (segumpal daging). Jika Allah Azza wa Jalla hendak menentukan takdir pada mahluk-Nya, Malaikat itu berkata Wahai Rabb, laki-laki atau perempuan? celaka atau bahagia, bagaimana rizki dan bagaimana ajalnya? Maka ditulislah ketetapan itu dalam perut ibunya. (Shahih Muslim No.4785)  jadi sebenarnya kita sudah MoU di dalam kandungan, kalau kita mau bukti gampang bapak-bapak ... dengan terlahirnya kita di dunia ini artinya kita SEPAKAT untuk menjalani taqdir itu, kalau tidak terlahir maka mungkin kita tidak berani menjalaninya saat hidup di dunia ... maka banyak sekali bayi-bayi yang meninggal saat di dalam kandungan atau meninggal sesaat setelah di lahirkan ... yah mungkin ia hanya ingin tahu kayak apa sih dunia itu?”

“Lalu beri kami contohnya mbah agar kami bisa membedakan nasib dan taqdir?” tanya Mak Narti

Mbah Qodim menghela nafas pendek “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11 , disini Allah SWT memakai kata NASIB ... artinya Allah SWT sedang memberikan PILIHAN untuk hamba Nya ... sebagai contoh ... seorang anak ingin bersekolah di SMA Negeri ... itu Nasib namanya .. dia yang menentukan ... lalu setelah menjadi siswa dia akan bertemu pelajaran-pelajaran Negeri .. berbaju SMA Negeri dan bertemu aturan serta semester, ujian ataupun guru-guru SMA Negeri ... itulah Taqdir untuknya .... ia harus jalani nasibnya di SMA Negeri ... begitu pun bila ia masuk ke SMA Muhammadiyah ... yah dia akan bertemu taqdirnya berupa pelajaran kemuhammadiyahan ... dan apabila ia memilih masuk ke SMA Ma’arif maka ia akan bertemu dengan pelajaran Ahli Sunnah wal Jamaah ... lalu apabila ia masuk ke SMK Kesehatan sudah pasti taqdirnya untuk megang suntikan dan obat-obatan akan ia jumpai ...”

“Nah intinya Nasib itu pilihan buat kita maka ada yang pepatah berbunyi MERUBAH NASIB ... bukan merubah Taqdir ... karena apabila seorang siswa memutuskan untuk pindah sekolah maka taqdir sedah menunggunya yaitu ia akan bertemu guru, teman-teman dan pelajaran baru, begitupula bila seorang siswa tidak bersungguh-sungguh dalam merubah nasibnya yang berupa belajar lalu bertemu taqdir berupa ujian dan ia tidak nak kelas maka taqdir baru sudah disiapkan kembali yaitu bertemu kawan-kan baru dan pengalaman baru kembali, begitu juga bila ia naik kelas maka taqdirnya sudah menunggu yaitu pelajaran yang diatas pelajaran yang sudah ia lalui kemarin-kemarin”. Mbah Qodim berhenti sejenak.

Mak Narti bertanya “Jadi kalau keluhan saya tadi pas gak mbah?”

Mbah Qodim tersenyum “Yo pas hehehhe mung ora pantes kerno gresulo hehehhee, Mak Narti sudah menentukan pilihan untuk berdagang .. maka mak Narti harus bertemu untung dan rugi sebagai bentuk menjalani taqdir sebagai seorang pedagang, Nah Naik kelas atau tidak derajad iman kita akan terlihat dari apa-apa yang menjadi buah hasil dari taqdir yang kita lalui.... renungkanlah pada KEHIDUPAN KITA ... apakah nasib yang sudah kita ambil bisa menghadapi taqdir yang kita harus lalui.... jangankan di alam kandungan ... di alam dunia saja kita sebenarnya melihat taqdir tersebut dengan jelas kok ... karena nasib seperti apa yang kita pilih maka kita pasti tahu ketetapan-ketetapan taqdir yang akan kita lalui... afalata'qilun hehhee”.

Kamis, 22 Maret 2018

JANGAN MENGADU AYAT SUCI


Sore ini mbah Qodim kembali mampir ke warung Mak Narti, mata tuanya sedikit menyipit karena dengaren pak RT tidak ada disana. Mbah Qodimpun lantas bertanya “Kemana pak RT?”.

Belum sempat pak RW menjawab, tiba-tiba sebuah motor berhenti di parkiran warung mak Narti sambil mengeluarkan sedikit geberan tanda sipengendara sedang kesal. “itu pak RT”, jawab Pak RW

Semua mata memandang pak RT yang masuk warung dengan muka kesal, saat duduk pun pak RT sedikit membanting bokongnya sehingga kursi terbuat dari kayu itu sedikit menimbulkan bunyi.

“Ada apa Pak RT kok hari ini sewot banget?” Tanya Mbah Qodim.

Pak RT yang sambil menahan kesal menjawab dengan tersedak-sedak tanda ia mengalami sedikit sesak di dadanya karena masih marah “Gini mbah warga kita kan ada yang meninggal, dan mau mengundang warga sumbangsuh membaca Surat Yasin 3 hari, tetapi keponakan Ahli waris bilang tidak perlu, karena doa gak bakalan nyampe, yang tetap mengalir pada jenazah itu ya amalan 3 perkara saja, lainnya tidak!!”.

Mbah Qodim bukannya terlihat ikut marah justru terawa terkikih-kikih “ hehhe baru kemarin kita bercerita pabrik mobil eh ini sudah lihat contohnya”.

“Contohnya gimana mbah?" Tak disangka hampir semua orang yang di warung mak Narti bertanya.

“Lah, kemarin kan mbah bilang dalil itu komplit namun terkadang salah dalam menempatkannya”, Jawab Mbah Qodim ringan.

“Maksudnya mbah?” pak RTpun serius memandangi wajah tua yang mulai menyruput kopinya.

Mbah Qodim menghela nafas lalu berkata “ Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631), ini di tujukan buat kita semua calon jenazah, atau yang sudah jadi jenazah bukan untuk warga yang mau sumbangsih membaca surat Yasin, dan untuk warga, kita kena dalil yang berbunyi  “Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi [dosa] orang-orang Mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS Muhammad: 19). Jadi kita dianjurkan menempatkan dalil secara benar, 3 perkara di tujukan untuk mayit maksudnya agar kita calon-colon mayit ini tidak mengandalkan keselamatan di alam kubur semata-mata atas doa-doa orang lain saat kita meninggal, persiapkan dengan banyak beramal jariyah yang ikhlas, teruslah berbagi ilmu yang berguna dan mendidik anak agar sholeh dan sholehah maka itulah yang mungkin bisa mayit jadikan lentera di alam kubur .... dan untuk adab kita sebagai manusia yang hidup ya saling mendoakan saudara-saudara kita termasuk apabila mereka sudah almarhum”.

“Wah apa nyampai mbah?” tanya mak Narti.

Mbah Qodim tersenyum “ Itulah kita manusia yang sering melampoi batas, di terima atau tidak itu HAK ALLAH, kewajiban kita hanya mendoakan, jangan durhaka berkata tidak sampai doanya, berarti dia sudah merebut HAK ALLAH Sang Maha Penerima Doa, bila kita kita terus salah menempatkan sebuah dalil maka Rahmatan alamin akan hilang dalam diri kita, dalil sodaqoh di pegang si pengemis untuk senjata nodong orang-orang kaya dan dalil tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah dipakai si orang kaya ... hehehe berantemdah mereka berdua... yang terjadi akan saling menghina ... padahal orang kaya itu harusnya pegang dalil sodaqoh sehingga ia rajin sodaqoh dan si pengemis pegang dalil satunya agar ia malu menjadikan tangannya selalu di bawah”.

Mbah Qodim berdiri dan menepuk pundak pak RT “Saya pamit dulu ... semoga manusia sadar jangan lagi mengadu ayat-ayat suci yang merupakan Firman Allah SWT yang penuh dengan kesuciannya ataupun hadist yang murni kebenarannya, malu .. malu ... maluuu lah kepada Sang Pencipta Alam ini dan Maha Pandai lagi Maha Bijaksana.”

Selasa, 20 Maret 2018

PERANG DALIL


Suasana Desa Suka Damai saat itu gerimis kecil, namun warga mulai rame berdatangan ke warung Mak Narti, yah mereka tahu benar 1 jam sebelum Adzan Magrib pasti Mbah Qodim melintas dan sudah bisa ditebak, Pak RW dan Pak RT sebagai Provokator utama menghadang perjalanan tersebut hanya untuk ingin berbagi pengetahuan bersama mbah Qodim, entah kenapa masyarakat saat ini lebih meresapi obrolan ringan daripada mendengarkan pengajian secara resmi.

Senyum para konsumen Mak Narti terlihat sumringah karena mbah Qodim benar-benar melintas, seperti biasa ... 2 suara yang paling nyaring menggelegar ... “Mbaaaaaahhhh siniiiiii kopinya baru saja memenuhi cangkir kesukaan mbah Qodiiiiiim!!”.

Walau mbah Qodim mengerti tujuan sipemanggil namun tetap saja mbah Qodim tersenyum dan mampir ke warung mak Narti.

Sebuah pisang Goreng karya mak Narti mulai menari-nari di bibir tua mbah Qodim, sesekali perjalanan pisang goreng tersebut serasa bertemu jalan tol menuju lambung renta tersebut karena diiringi sruputan seteguk kopi panas. Sruuuuppp glek ... glek ... renyah sekali iramanya.

Pak RT pun memulai tanpa basa basi “Gini mbah, sekarang ini kok banyak sekali para orang yang faham agama memberikan dalil-dalil namun bisa menimbulkan percikan perbedaan di lain tempat, padahal dalil-dalil tersebut shoheh-shoheh”.

Mbah Qodim sedikit berkenyit dahi mendengarnya, sepertinya ada rasa miris dalam hatinya, “Bapak-bapak sekalian, saya ingin bercerita kisah di sebuah pabrik pembuatan mobil, dimana disana ada satu kejadian di bagian perakitan mesin, seorang Instruktur menegur muridnya karena lalai memasang busi di mesin itu, lalu si Instruktur memberikan petuah, bahwa mobil akan sia-sia tanpa Busi, tidak akan bisa bekerja mobil tersebut, si murid lalu mendandani kesalahannya dan benar saja mesin mobil dapat dihidupkan dengan normal, teguran itu selalu ia ingat karena benar adanya apa yang dikatakan oleh Instrukturnya, lalu dibagian lain kasusnya hampir serupa ... seorang Instruktur menegur muridnya karena lalai memasang skring di bagian perlistrikan mobil, sia-sia mobil ini tidak akan bisa hidup kalau skringnya tidak dipasang, benar saja skring itu seolah-olah menjadi ruh hidupnya mesin”.

Srrrup mbah Qodim meminum kopi panasnya “Lalu malam harinya ternyata dua murid tersebut tidur 1 mess yang sama, keduanya menceritakan bahwa mobil akan sia-sia tanpa .... (......) nah disini lah muncul adu dalil yang sengit, yang satu kekeh karena busi yang satu kekeh karena skring. mereka lupa bahwa mobil merupakan rangkaian yang saling berhubungan, dalil itu turun pada saat situasi seperti apa? maka ada Asbabul Nuzulnya jika Al Quran, dan ada Sanadnya apabila hadist, karena pembelajaran islam ini lebih dari 22 tahun terjadinya ansuran turun ayat-ayat dan mengalami beberapa peristiwa hingga turunnya hadist”.

“Lalu bagaimana mbah?” tanya pak RW

Mbah Qodimpun melanjutkan “Jadi dalil itu lengkap adanya, untuk apa saja sebagai pedoman, terjadinya perang dalil itu karena kurang pemahaman secara universal, sehingga dalil yang dipakai tidak mewakili situasi yang sama saat turunnya dalil, maka akan selalu menjadi khilafiyah atau perbedaan, dah itu saja dari mbah, cermati sendiri-sendiri sesuai dengan apa yang jenengan mengerti”.

Semua orang di warung tersebut merenungi kata-kata mbah Qodim, mereka memang diajak menggunakan akal dan fikiran masing-masing untuk berkembang.

“Mbaaahhhh kalau gak ada kunci mobil gak bisa di starter dong?” Mak Narti berteriak

Mbah Qodim terkikih-kikih mendengarnya .... “Yah hehhe berarti sudah ada dalil baru kan padahal tidak ikut terlibat dipembuatan mobil hehehhe itulah ilmu perenungan ... betapa Allah SWT Maha Berkarya dalam menciptakan jagad Raya”.

Sabtu, 17 Maret 2018

BID'AH



Warung Mak Narti nampaknya semakin banyak yang mampir, ide Pak RW dan Pak RT mentraktir mbah Qodim semakin dijadikan alasan warga yang malu datang kepengajian menguping omongan-omongan mbah Qodim yang sederhana ...

Seperti biasa saat mbah Qodim di warung tersebut datang, orang-orang mulai memesan teh ataupun kopi panas, mereka mencari tempat duduk yang diperkirakan bisa menjangkau suara mbah Qodim.

“Mbah, saat ini umat kita seperti dihantui kata Bid’ah, apa-apa bid’ah, ini bid’ah, itu bid’ah, jadi bagaimana kita menanggapinya mbah?” Pak RT membuka pertanyaannya.

Mbah Qodim tersenyum “Yah demikianlah pak RT, tampaknya pengetahuan yang didapatkan lebih dahulu oleh seseorang dari gurunya dijadikan dasar utama untuk merasa paling tahu, paling faham sehingga jika ia mempelajari ilmu korek dari gurunya ya tahunya api itu akan ada asalnya dari korek, mendengar ada api dari percikan batu yo ngengkel salah, denger ada api dari konslet listrik juga langsung bilang salah, wong tahunya api itu dari korek kok”.

 Pak RW mulai kelihatan berwajah sengit “Tapi kenyataannya gitu mbah, kita di desa ini kan sering berkumpul malam harinya setelah penguburan salah satu warga yang meninggal untuk membaca surat Yasin dan Tahlil, itu dibilang Bid’ah juga mbah”.

Mbah Qodim memandangi wajah orang-orang yang ada di warung tersebut, beberapa orang menunduk serius tanda menunggu jawaban mbah Qodim, “Bid’ah itu kan berarti baru pak RW, lah Allah itu saja bersifat Al Badi’ (Maha Pencipta hal-hal baru) karena menciptakan Bumi ini tanpa contoh, (QS. Al Baqoroh : 117) lihatlah Ciptaan Allah sekarang ... banyak sekali, dari ikan Lele yang 1 jenis aja sekarang berkembang jadi banyak sekali jenis, juga yang lainnya, coba saja kita memikirkannya”. 

“Lalu kenapa sekarang banyak muncul istilah bid’ah mbah?” Pak RT pun bertanya.

Mbah Qodim tersenyum “Ya itu belajar ilmu Korek hehhehee, oh iya Pak RT, 2 bulan lalu pak Lurah beli Mobil APV ya?”

“Iya Mbah, lha kok nyelimur ke mobil APV toh?”. Jawab Pak RT.

Bukannya cepat menjawab mbah Qodim justru terkikik-kikik tertawa kecil, lalu menyrusup kopinya. “Begini Pak RT, waktu itu belinyakan ngajak pak RT, tetapi sampai di desa ini kok sudah banyak sekali Variasi?”

“Oh itu toh mbah, begitu pembayaran tunai dari showroom APV kami mampir ke tukang variasi, memberi begasi atas mobil karena di desa kan sering angkut-angkut barang, mengganti ban  radial karena kondisi jalan desa yang banyak jalanan berbatu dan becek/licin bila hujan, menambah lampu karena bila jalan malam harus lebih terang mbah “. Jawab Pak RT

Mbah Qodim memandang serius wajah Pak RT “Apa tidak takut sama Showroomnya pak RT, kan ada bonus ganti oli sebulan berikutnya di tempat membeli mobil APV tersebut?. 

Pak RTpun menjawab “Tidak itu mbah, wong saya nemenin ganti oli pertama ke bengkel showroom tersebut kok mbah, mereka tidak marah karena mengerti bahwa mobil APV mereka dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan sipemakai, lha memangnya kenapa Mbah?”.

Mbah Qodim menarik nafas dalam-dalam. “itu yang mbah maksudkan, dulu di Zaman Rosul masih hidup, kematian tetangga dan sahabat mayoritas karena peperangan, maka Rosul dan sahabat cukup menyolatkan lalu bersiaga untuk menghadapi perang kembali maka Rosulullah tidak pernah mengajak sahabat dan umatnya untuk berkumpul membaca surat Yasin berjamaah karena situasinya berbeda, lah di Negara kita ini ada budaya silaturrahmi yang kental dan keadaannya kan damai juga tenang, masak ada yang tertimpa musibah tidak mau berkumpul menghibur yang sedang berkesusahan, bayangkan seorang istri/suami yang hidup bersama saling mencintai 20 tahun tiba-tiba harus ditinggalkan pasangannya, pasti kesedihan akan ada dalam hatinya ... dan kita tetangganya menambahnya dengan membiarkannya seorang diri ... tetangga model apa itu?”

Orang-orang di warung Mak nartipun tertunduk merenungi kata-kata mbah Qodim

“Saya mau tanya  kepada panjenengan sedoyo ... kalau panjenengan semua di undang untuk sumbangsih do’a dan diajak membaca surat Yasin lalu ditengah jalan ada anjing menggonggong GUK GUK GUK ... apakah kalian semua tidak melanjutkan perjalanan untuk membaca surat Yasin?” tambah mbah Qodim

“Tetap berangkaaaaaaaaaaaaat mbaaaaaaaaaaaah!!!!”. jawab semua isi warung.

Mbah Qodim menunduk dengan mata berkaca-kaca sembari berucap lirih “Semoga demikian juga jika ada manusia yang menggonggong BID’AH BID’AH BID’AH... karena kita masih umat Rasulullah SAW walau lain keadaan zamannya laksana APV keluaran pabriknya dan APV modifikasi sesuai dengan kebutuhan penggunaannya”. 

Minggu, 11 Maret 2018

BAGAIMANA SIKAP KITA MENGHADAPI KERASAHAN AKHIR ZAMAN



Suasana di warung Mak Narti kali ini agak ramai, mereka berkumpul mengelilingi mbah Qodim yang sedang menikmati kopi panasnya.

Pak RT “Mbah ... akhir-akhir ini bangsa kita semakin susah bersatu, antar agama sepertinya semakin memanas, bagaimana sih caranya agar iman kita ini semakin kuat menjalani kehidupan yang bertujuan mencapai Baldatun toyyibatun wa Robbun Ghofur?” 

Mbah Qodim “Dalam meniti kehidupan ini, menggapai ketenangan jiwa, manusia memang akan mengalami 3 fase dalam kehidupannya”.

Pak RW “3 fase mbah, apa saja itu?”

Mbah Qodim “Pertama adalah Fase dimana ia bermaqom Muslim, muslim itu melaksanakan Rukun Islam yang 5, maka seorang muslim terkadang terlihat keras dan kekeh dalam menjalani hidupnya, ucapan dan tindakannya didasarkan atas ilmu-ilmu yang ia yakini sebagai pedoman hidupnya, tak jarang bila ucapannya akan melukai perasaan seseorang, namun memang begitulah situasinya, ia harus melakukan apa-apa yang diterima oleh aturannya,...  lalu fase kedua adalah ketika ia beranjak menjadi seorang mukmin, dimana ia mengimani rukun iman yang 6, kehidupannya penuh toleransi, karena ia mengimani bahwa Allah SWT sudah menurunkan 4 Kitab yang disebarkan oleh Rasul Nya, lalu ia menyadari sepenuhnya bawasannya para Rosul dan 4 kitab tersebut pasti memiliki pengikut yang setia dengan penuh keyakinan, seorang mukmin tidak akan mau mencela taqdir seseorang, karena memang dalam Rukun iman ada keimanan yang harus diyakini tentang ADANYA TAQDIR’.

Lalu Fase yang ketiga mbah?” mak Nartipun bertanya.

Mbah Qodim menunduk sembari memperhatikan kopinya “Fase yang ketiga adalah Mukhlis ... orang yang sudah mencapai titik Ikhlas, insan mukhlis ini sudah menganggap bahwa saat di dunia ini ...ada sebuah cerita yang disutradarai oleh Sang Pencipta, yang pasti akan ada seuatu kisah, baik sedih, tegang, menakutkan ataupun bahagia. ada aktor yaitu peran jahat, baik, plinplan, penghasud dan sebagainya, Seorang Muhlis ...ia akan berusaha menjalani peran yang diberikan kepadanya... ia perankan dengan sebaik-baiknya.... ia tidak akan mau mengambil peran orang lain, karena memang alur cerita itu adalah Karya Cipta Sang Sutradara, jadi ia yakin betul akan ada akhir kisah yang sangat berharga dari Sang Maha Pengasuh dan Maha Penyayang”.

“Lalu kita sebaiknya berada dimana mbah?” tanya pak RW

Mbah Qodim “Allah SWT menciptakan akal walau menciptakan nafsu juga ... gunakan akal kita ...kapankah kita sebagai harus sebagai muslim... kapankah kita menjadi mukmin dan kapankah kita menjadi Mukhlis (sembari tersenyum mbah Qodim melanjutkan)  "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir, hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya, barangisiapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam.” (Muttafaq ‘alaih).