Selesai Sholat Jumat warga mengikuti mbah Qodim pulang ke rumahnya, nampaknya warga ingin menikmati kebersamaan bersama orang tua yang kini mulai mencuri perhatian itu, di belakang rumah mbah Qodim, beberapa warga mulai memancing ikan di kolam, sebagian memetik terong, daun kenikir, bayam, kangkung, tomat dan cabai, sementara 2 orang yang membawa kendaraan sempat ke warung untuk membeli kecap dan kerupuk.
Mbah Qodim tersenyum memandangi mereka semua, sang renta itu ke dapur rumahnya menambahkan porsi beras yang ia masak, matanya terpejam sambil berdoa mengharapkan ridho Allah SWT yang mungkin saja ia dapat dari lantaran sodaqoh rumah baik berupa nasi ataupun sayuran dari rumahnya.
Mbah Qodim sempat mengintip aktifitas warga, betapa indah saat melihat gelak tawa senda gurau mereka disela-sela pekerjaan mereka masing-masing, yaah …. saat ini kondisi bangsa ini sedang paceklik, beberapa kali tanaman padi warga selalu gagal, mulai dari hama sampai pada bencana alam, belum lagi kebutuhan ekonomi semakin meningkat dengan naiknya beberapa bahan yang vital bagi warga, nafas tua di dalam dada mbah Qodim tanpa sengaja tertarik panjang sekali, menggambarkan reaksi simpati keadaan orang-orang yang saat ini harus berani menambahkan title SABAR di depan nama mereka.
“Mbaaah sini !!!” teriak pak RT, Mbah Qodimpun mendekati warga yang berada di belakang rumahnya.
Pak RW “Eh mbah, saung ini nampaknya sudah saatnya kita ramaikan kembali, kami dengar mbah suka kepada anak-anak, kegiatan saung ini kan mengajarkan akhlakul hasanah bagi generasi penerus, mulai dari kreatifitas sampai olah kanuragan”.
Mbah Qodim “Hehehe, itu dulu pak RW, dulu mbah menerimanya karena warga sedang dalam kecukupan ekonomi, anak mereka saat pulang sekolah bisa belajar disini, namun saat ini, ekonomi warga sedang dalam kondisi kurang baik, jadi mbah lebih ikhlas agar anak-anak pulang sekolah langsung menuju rumahnya, karena disana mereka akan langsung bisa membantu orang tua mereka masing-masing, mulai dari mencari rumput atau yang lainnya, itu merupakan aplikasi nyata akhlakul hasanah”.
Pak RW menundukkan kepalanya, warga selama ini tak menyadari bahwa tindakan mbah Qodim ternyata banyak tercurahkan kepada warga, sedangkan warga sama sekali tidak ada yang peduli bagaimana mbah Qodim menjalani kehidupannya sehari-hari.
Pak RW “Maafkan kami mbah, selama ini jiwa kami kurus kerontang, tidak menyadari bahwa di desa kami ini ada lestoran jiwa yang menyediakan banyak sekali aneka makanan untuk menyehatkan jiwa kami”.
Mbah Qodim memegang pundak pak RW, sementara warga mulai memasang telinga masing-masing walau mereka sedang berusaha menyelesaikan tugas masing-masing dalam menyediakan makan siang bersama, “Jiwa kita selama ini selalu makan dari apa-apa yang kita suguhkan, ia akan menempel pada aliran darah, desahan nafas bahkan gerak denyut jantung, lalu dari kebiasaan makanan tersebut akan bermuara pada kecanduan”.
Pak RW “Jadi jiwa kita bisa kecanduan makanan mbah?”
Mbah Qodim “Iya, bila pak RW sering memberikan makanan jiwa dengan sebutkan saja tontonan sepak bola / motor GP / wayang atau yang lainnya lah, maka jiwa itu akan kecanduan, SELELAH apapun pak RW, demi menonton tayangan tersebut, larut malam sekalipun, pak RW akan rela menahan kantuk dan tidak memperdulikan istirahat walau besok harus bekerja, jiwa pak RW akan blingsetan bila itu tidak dikabulkan, ia akan mempengaruhi jasad, fikiran bahkan perasaan pak RW, bila perlu nafsupun akan cepat sekali bereaksi apabila ada yang coba-coba menghalanginya”.
Pak RT mendekati pak RW lalu duduk merenung.
Mbah Qodim “Lihatlah tetangga kita yang di ujung sana, walau hujan di tengah malam yang dingin sekalipun tidak akan menghalangi dirinya untuk menonton orgen yang bermusikkan fungki-fungki, ia tidak peduli akan keadaan saat itu, yang ia tahu ia harus dekat dengan musik yang ia sukai, jiwanya harus makan sebanyak-banyaknya sampai kenyang, dilain tempat, jangan heran juga apabila bapak-bapak melihat ada seseorang yang bangun tengah malam hanya untuk sholat tahajjud dan bermunajad kepada Sang Kholiq, jiwanya akan sangat kelaparan bila belum memakan kegiatan yang dengan istiqomah ia berikan tiap harinya, kantuk, dingin dan malas ia lawan hanya demi memenuhi hasrat jiwanya yang ingin makan saat itu, duduk berlama-lama sambil membasahi bibirnya dengan kalimat-kalimat dzikir mempengaruhi jasadnya yang walau belum diisi nasi sekalipun, mempengaruhi perasaannya walau malas merantainya, mempengaruhi nafsunya walau emosi sering kali duduk pada kemudinya dan mempengaruhi akal yang selalu memberikan masukan bahwa ia butuh tidur nyenyak agar esok bisa bekerja kembali, intinya walau jasadnya sedang sakit sekalipun ia akan terus memaksakan kehendak jiwanya, walau cacat jasadpun, jiwa tetap tidak peduli untuk menggerakkan akal, fikiran dan tubuh tersebut untuk mengantarkan jiwa memenuhi hasratnya”.
Pak RT “Mbah, selama ini kami selalu mendengar kata jiwa namun bila ditanya difinisinya maka kami akan bingung menjabarkannya, walau kami maksud apa itu jiwa”.
Mbah Qodim tersenyum “Hehehe iya pak, pada kesempatan lain akan kita dedar apa itu nyawa, ruh, sukma sampai ke jiwa, ini lah rahasia yang terkandung dalam surat Al Fil yang belum kita buka”.
“Mbaaaaaaaaaahhh, ikannya dah mateng, sayurnya dah siap, nasinyapun sudah nggak sabar utuk di sentuh” Teriak salah satu warga, semua yang mendengarkan itu langgung tersenyum.
Mbah Qodim “Ayo bapak-bapak sekalian, ini giliran jasad kita yang sudah mulai gemetar ingin makan!”.
Wargapun satu persatu mengambil piring lalu memenuhinya dengan aneka makanan buah hasil dari apa-apa yang mereka lakukan di kebun mbah Qodim yang lengkap itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar