Senin, 15 Oktober 2018

MAKANAN JIWA



Warga Suka Damai kembali berbondong-bondong ke rumah mbah Qodim usai gugur gunung, menghilangnya sosok tua renta itu membuat warga semakin mawas diri saat melihat situasi negeri, mulai dari bencana yang kian menjadi sampai prilaku anak negeri yang semakin jauh dari budi pekerti.

Warga tertegun saat melihat sosok mbah Qodim duduk bersila memejamkan mata dengan alunan nafas yang sangat halus, warga sedikit mengerti bahwa hal itu selalu dilakukan oleh mbah Qodim, beliau menamainya dengan istilah Taffakur.

Dengan perlahan warga mendekati saung kecil diantara kebun dan kolam ikan, “Assalamu’alaikum, mbah” sapa warga berbarengan. Mbah Qodim membuka matanya lalu menjawab “Wa’alaikumussalaam, eh bapak-bapak, mari monggo duduk di Saung reot ini”.

Warga satu persatu duduk melingkar di atas saung, mereka semua terlihat sangat berhati-hati kali ini.

Pak RT “Mbah, lama sekali mbah tidak mampir ke warung mak Narti, beliau selalu nanya kemana mbah selama ini?”

Mbah Qodim “Enggeh bapak-bapak, yah mungkin pelukan usia semakin erat membuat mbah semakin terengah-engah untuk melegakan nafas ini”.

Pak RW “Kami masih boleh banyak bertanya kan mbah?”

Mbah Qodim tersenyum “Hehehehe pak RW ada-ada saja, monggo, lha wong mbah nggak nongol itu bukan berarti putus hubungan silaturrahim sama bapak-bapak semua, akan ada saatnya kita sering lagi berkumpul sambil menikmati nikmatnya kopi buatan mak Narti”.

Pak RW “Mbah bencana alam kini semakin menjadi, namun generasi penerus negeri ini semakin lupa diri, seakan tidak ingat bahwa semuai ini adalah peringatan agar kita mawas diri, bagaimana tuh mbah?”

Mbah Qodim “Wes wayahe bapak-bapak, wes wayahe”.

Pak RT “Lha terus gimana mbah?”

Mbah Qodim “Ya teruslah banyak berdzikir dan bersholawat bapak-bapak, tingkatkan ibadah kita, saat ini kita akan memasuki masa pengayaan atau penyaringan, hasil ayaan akan terpisah menjadi 2, halus dan kasar”.

Semua warga menunduk, “Lalu kenapa prilaku penghuni negeri ini semakin sulit jauh dari kendali, mbah?” Tanya pak RW

Mbah Qodim menunduk “Karena Imam-imam negeri ini sedang sibuk pada hal-hal duniawi bapak-bapak”.

Pak RT “Apakah itu sangat berpengaruh mbah?”

Mbah Qodim “Ya tergantung bagaimana jiwa mereka menanggapinya, semua jiwa akan terbentuk sifatnya sesuai dengan kebiasaan makanan yang diberikan tiap harinya”.

Pak RW “Jadi jiwa kita ini juga makan mbah?”

Mbah Qodim “Enggeh pak RW”.

Pak RW “Makanan jiwa itu seperti apa mbah?”

Mbah Qodim “Yaa apapun kegiatan yang kita lakukan tiap hari pak RW, ingat sirothol itu ada dua, jalan ruh itu ada dua, kanan dan kiri, makanan jiwa juga ada 2 … baik atau buruk … juga kebahagian bahkan ketenangan itu juga ada dua, kanan dan kiri”.

Pak RT “Misalnya mbah, kami belum mengerti”.

Mbah Qodim menghela nafas tuanya “Saat seseorang gelisah, anggap saja saat itu jiwanya sedang lapar hingga butuh makanan, ada yang dengan mendengarkan musik maka gelisahnya menjadi hilang, ada yang piknik, atau mencari kuliner atau juga menonton film bahkan nonton sepak bola dan lain-lainnya, nah tanpa sadar kita sudah memberikan makan kepada jiwa kita dengan makanan-makanan tersebut, sehingga tiap kali ketenangan hilang maka prilaku-prilaku tadi akan disuguhkan untuk menenangkan jiwa di dalam dirinya, di lain tempat ada yang mendapatkan ketenangan apabila ia beribadah kepada Tuhannya, dengan sholat misalnya, atau melakukan puasa, berdzikir, bersholawat, menolong orang lain sehingga senyum terbit pada orang yang ia tolong, maka tiap kali jiwanya gersang maka prilaku tersebut cepat ia lakukan untuk mengenyangkan jiwanya”.

Pak RW “Lalu mbah?”

Mbah Qodim “Coba bapak bapak sekalian renungkan, apa yang membuat bapak-bapak tenang? Disitu terlihat jelas apa yang bapak-bapak biasa berikan untuk membuat tenang jiwa bapak-bapak sekalian, pada umumnya sih gado-gado… kadang-kadang memberikan makan keduniawian kadang-kadang keakhiratan, nah untuk memurnikan jiwa maka berikan 1 makanan yang suci sehingga jiwa kita bersih, memang berat, namun secara perlahan bila riadho bapak lakukan dengan istiqomah maka yakinlah semua itu akan bisa bapak-bapak dapatkan, bila jiwa bapak sudah mendapatkan atau terbiasa memakan makanan yang baik maka ia akan jernih, ibarat cermin ia bisa bapak jadikan alat untuk berkaca sehingga bisa melihat/intropeksi tentang keadaan diri bapak masing-masing”.

Semua warga mengangguk sambil merenungi kata-kata mbah Qodim.

Mbah Qodim “Lalu ada camilan yang biasa juga kita berikan kepada jiwa, misalnya mudah sekali mengeluh, mencaci, berdusta, atau menghina orang lain, jiwa kita seolah olah nggak puas bila kita belum menghina orang, atau tidak tenang bila kita belum mencaci prilaku orang, itulah camilan jiwa yang tanpa sadar kita berikan setiap harinya …. Ingat bapak-bapak sekalian … jiwa kita itu terus berkembang dan membesar, dan makanan atau camilan yang terbiasa ia makan akan mempengaruhi perkembangannya”.

Pak RT “Seperti yang sering kita lihat di medsos ya mbah, mudahnya orang komen seenak udele, padahalkan udel mereka nggak enak?”

Mbah Qodim tersenyum “Wes wayahe … wes wayahe ..”.

Pak RW “Mbah, mau Tanya nih, apa betul muhabalah seseorang bisa mendatangkan musibah, karena ada salah seorang di negeri ini yang muhabalah bersaksikan Al Quran di kepalanya saat hatinya merasa terdzolimi, namun ada yang membalasnya dengan komenan sinis mengibaratkan sang muhabalah diolok-olok adalah seorang wali yang doanya mustajab, hingga musibah terjadi karena muhabalah tersebut, juga apa bener sih mbah jika kaum yang di negeri itu apabila banyak melakukan maksiat maka bencana akan diturunkan oleh Allah SWT, tapi kok ada yang bisa menjelaskan secara ilmu pengetahuan bahwa bencana itu benar-benar masuk akal karena sebab musabab alami?”

Mbah Qodim menatap pak RW dengan teliti “Sekali lagi mbah ulangi, itu tergantung makanan apa yang kita berikan untuk jiwa kita, bila makanan jiwa kita selalu jelek ya yang ada kedangkalan berfikir sehingga cela, hina dan olok-olok cepat sekali keluar dari dalam diri kita, fahamilah bapak-bapak, semua yang ada di dunia ini, apapun yang akan terjadi selalu ADA TANDA-TANDANYA …. Nah Allah SWT itu adalah Dzat Maha Hebat dalam taktik dan strategi, bisa saja DIA sebelumnya memberikan tanda-tanda dengan angin, burung-burung, kelahiran bayi, ocehan orang gila, status FB seorang wanita yang tidak sengaja minta gempa, atau bisa saja muhabalah seorang yang merasa teraniaya, intinya adalah Allah SWT ingin memberi pesan sebelum hal itu terjadi, maka dahulu Rasulullah SAW pernah bersabda tentang ramalan masa depan yang saat ini banyak terjadi, atau sanepan para wali yang ternyata mengandung arti, jadi Allah SWT adalah Dzat Yang Maha menentukan dengan cara apa DIA memberikan tanda-tandanya, jadikan hal itu untuk meningkatkan keimanan kita, jangan terjebak siasat syetan yang akan menggelincirkan keimanan kita, mengenai bencana itu karena maksiat, bapak-bapak silahkan baca sendiri dalan kitab Al Quran dan Hadist Nabi, apa yang diberikan oleh kedua pedoman tersebut imani dengan sungguh-sungguh, bila ada yang menjawabnya secara alamiah dan meniadakan unsur Ilahiyah ya itu pertanda jiwanya sering makan makanan keduniawian”. 

Pak RW “Lalu apa yang semestinya kita lakukan mbah?”

Mbah Qodim “Pemerintah dan masyarakat harusnya mulai tanggap akan keadaan diri, banyak-banyaklah mohon ampun dan mulai memperbaiki prilaku yang tidak disukai oleh Sang Penguasa Ala mini …. Mbah lihat contoh positif yang sudah dilakukan TNI, se Indonesia mereka menggelar doa bersama, semoga ini bisa di jadikan contoh untuk seisi negeri sebelum banyak lagi tangisan-tangisan dan kesengsaraan yang datang menghampiri”.

Pak RW “Jika itu tidak dilakukan mbah?”

Mbah Qodim “Berarti kita semua sedang dalam ayakan besar yang bernama hisab dunia … dimana saat kita diayak maka akan terbagi 2 golongan … HALUS dan KASAR …. Atau bahasa lain LANJUT atau BERHENTI !!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar