Minggu, 21 Oktober 2018
MENGAPA SETELAH MASUK ISLAM SAYA MERASAKAN BANYAK SEKALI COBAAN
“Assalaamu’alaikum, mbah!!!” teriak pak RT di depan rumah mbah Qodim.
“Wa’alaikumussalaam, eh pak RT, ada apa nih?” Jawab mbah Qodim dengan senyum khasnya.
Pak RT “Itu mbah, di warung mak Narti ada seseorang yang mencari mbah? Dari Palu Sulawesi”
Mbah Qodim mengenyitkan dahinya “Oh, terus gimana, kita kesana atau kita tunggu disini?”
Pak RT “Ke warung mak Narti, mbah?”
Mbah Qodim “Lha kok ke warung mak Narti? Kan tamu mbah?”
Pak RT “Hehehee, sengaja mbah, agar mbah bisa ngopi disana hehehe”.
Mbah Qodim semakin mengerutkan dahinya “Wealah, mau ngajak ngopi kok mekso!!”
Pak RT cengengesan melihat mbah Qodim mulai menutup pintu rumahnya, keduanyapun jalan beriringan, sambil berjalan mbah Qodim berfikir apakah tamunya itu seseorang yang pernah ia kenal saat Allah SWT mempertemukannya dengan sebuah kisah yang unik, yah saat itu mbah Qodim sedang lelap dalam tafakur bagai debu diantara luasnya jagat raya, dalam tafakur itu mbah Qodim melihat kabut putih yang halus bagaikan salju …. Sangking halusnya kabut itu maka siapapun yang melihatnya akan mengira itu adalah bias cahaya … dalam selimut kabut salju tersebut Nampak seorang wanita berambut panjang …. Mengimbangi panjangnya selendang putih yang berkibar bagaikan sayap di tubuhnya yang menerbangkan ia bermain diantara tata surya.
Seorang wanita anggun dengan senyum yang ramah dalam kabut tersebut ternyata seorang Pinandita yang jasadnya sedang melakukan tapa meditasi bersatu dengan alam semesta …. Mempersatukan unsur AUM sehingga menjadi cakra tanah, air, udara, cahaya dan ruang. Dari pertemuan itulah akhirnya mbah Qodim berkenalan, yaa seorang wanita anggun pemilik nama salah satu Dewa/Dewi di khayangan.
Sesampainya di warung mak Narti, mbah Qodim menahan harunya tak kala sebuah salam dengan suara tegas disampaikan kepadanya “Assalamu ‘alaikum wa Rohmatullahi wa Barokatuh!”.
“Wa’alaikumussalaam wa Rohmatullahi wa Barokatuh, habibaty” Jawab mbah Qodim seraya teringat saat wanita tersebut pertama kali berkomunikasi dengannya berkata “Saya mau berkenalan dengan panjenengan dengan satu syarat, tolong jangan Islamkan saya!!”.
Mbah Qodim duduk di bangku biasa, tempat ia menikmati kopi buatan mak Narti, sesekali wajahnya ia tundukkan menghindari betapa ia ingin menangis, bersyukur kepada Allah SWT dengan bertambahnya 1 saudara seiman, ya wanita anggun tersebut mendapatkan hidayah dari Allah SWT dengan memutuskan menjadi muallaf setelah berbagai hantaman mental keluarga dan umat yang harus ia tinggalkan.
Semua warga duduk hidmat melihat perjumpaan dua insan yang bersahabat buah hasil pertemuan meditasi yang lain warna, satu dengan dzikir tafakur dan yang satunya lagi dengan cara meditasi Panca Maya Kosha.
Suasana warung mak Narti akhirnya terlihat sejuk, canda dan tawa serta keramahan terlihat akrab disana.
“Mbah, saya mau Tanya, nggak papa kan walau yang di warung ini semuanya mendengarkan?” Tanya wanita anggun tersebut.
Mbah Qodim “Boten nopo-nopo, semoga menjadi pelajaran dan hikmah untuk kita semua”.
Wanita muallaf “Begini mbah, saya sudah menemui banyak kiai dan ustadz, atas minimnya ilmu yang baru saya pelajari, hampir semua jawaban yang saya terima itu maknanya sama, namun bagi saya kok masih mengganjal saja di dalam hati, seolah-olah belum klimaks pada apa yang saya harapkan”.
Mbah Qodim “Tentang apa pertanyaan itu, mbak?”
Wanita Muallaf “Begini mbah, Islam itu agama Rohmatan lil ‘alamin, dengan banyak sekali tekanan baik dari keluarga dan saudara seiman saya dulu, akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti kata hati saya, anehnya setelah saya masuk ke dalam agama mulya ini, langkah rejeki saya semakin sulit, banyak hambatan dan cobaan dalam kehidupan saya, mengapa itu harus terjadi mbah?”
“Apa jawaban dari para kiai dan ustadz yang panjenengan Tanya?” Mbah Qodim memandangi wanita tersebut dengan lembut.
Wanita Muallaf “Yaa semuanya memaknai bahwa saya sedang diuji dalam kesungguhan sebagai muslimah, saya memeluk agama ini kekeh atau tidaknya terlihat dari cobaan-cobaan yang semakin deras melanda saya belakangan ini, bahkan banyak dalil yang sudah disuguhkan kepada saya sebagai bukti bahwa ujian itu harus saya jalani?”
Mbah Qodim menghela nafasnya “Lalu apa yang menjadi ganjalan bagi mbak?”
Wanita Muallaf “Hati saya hanya bertanya-tanya, bukankah ujian yang banyak itu sudah saya hadapi sebelum saya masuk agama Islam, baik dari dalam diri saya ataupun orang-orang sekitar saya, mengapa harus ada ujian selanjutnya, bukankah ujian itu untuk membuktikan lulus atau tidaknya sebuah tekad yang kita perjuangkan?”
Mbah Qodim memejamkan matanya “Jawaban beliau-beliau memanglah seharusnya demikian mbak, itulah kapasitas mereka yang harus mereka ucapkan”.
Wanita muallaf “Sekarang saya ingin jawaban mbah!!, semoga bisa menenangkan dan meredakan sisa-sisa gejolak di dalam hati saya”.
Mbah Qodim bukannya menjawab, ia mulai menyeruput kopi buatan mak Narti, “Ayo bapak-bapak, monggo disambi”.
Semua orang yang sudah mengerti prilaku mbah Qodimpun mengikuti ajakan mbah Qodim seraya curi-curi pandang ke wajah cantik yang menunggu jawaban tua renta di depannya.
Mbah Qodim “Dulu, mbah pingin sekali masuk tentara, atas kemauan sendiri.... keluarga, teman bahkan orang-orang dekat sudah mengingatkan, jadi anggota tentara itu susah, bahkan konsekwensinya adalah siap tergadaikan nyawa selembar di tubuh ini, siap perang dan siap kesepian di dalam hutan, tapi mbah mbah waktu itu ngeyeeeeel terus, mbah tetap nekat daftar tentara, eh belum di tes aja mbah sudah sering kena tempeleng dan tendang, bahkan di suruh push up lah, jungkir lah dan lain sebagainya, (sruuuuup, mbah Qodim menyeruput lagi kopi panasnya) lagi-lagi … hati mbah kekeh untuk tetap masuk tentara, akhirnya ujian demi ujian harus mbah alami, mulai dari tes jasmani, mental sampai tes-tes lainnya sebagai ujian kekekehan niat mbah, Alhamdulillah perjuangan mbah dalam menghadapi ujian-ujian super berat itu akhirnya membuahkan hasil, dari sekitar 7000 pendaftar hanya 180 yang berhasil untuk melanjutkan ke pendidikan”.
Mbah Qodim menghela nafas tuanya “Ehh, dikirain sudah diterimanya menjadi calon tentara, ujian itu selesai, nggak tahunya, sesampai di pusdik (Pusat Pendidikan) mbah dilucuti oleh pelatih, semua atribut pakaian dan perlengkapan mbah semasa sipil di perintahkan untuk melepaskan semuanya, baju, celana, ikat pinggang kesayangan, jam tangan atau yang lainnya, jangan ada yang tersisa ciri khas sipilnya kata sang pelatih dengan garang, bahkan CD saja tidak boleh di bawa, harus ditanggalkan semua.... setelah lama bertafakur ...ternyata saat ini mbah sadar, itu bukan ujian lanjutan, pelucutan itu lebih tepatnya mbah rasakan sebagai bentuk pembersihan yang dilakukan oleh organisasi tentara yang secara tersirat menyataan ucapan SELAMAT DATANG DALAM KELUARGA BARUMU …. Ternyata benar selesai di gojlok dalam KAWAH CANDRA DIMUKA selama 11 bulan akhirnya mbah diberi rejeki baru dari tentara, mulai dari gaji sampai tunjangan-tunjangan kesejahteraan lainnya, rejeki sipil yang mbah tanggalkan tidak seberapa dibandingkan rejeki dari tentara yang mbah nikmati sepanjang masa”
Mbah Qodim melirik ke arah wanita di depannya “Ternyata anggapan orang-orang yang mengganggap pelucutan atribut sipil adalah ujian, namun hakikatnya bagi mbah adalah penyucian, pembersihan dan pensucian, pembatas antara rejeki masa lalu dengan rejeki masa depan yang dipenuhi dengan keberkahan”.
Wanita di depan mbah Qodim tersenyum “Terima kasih mbah, tidak sia-sia saya menemui mbah, Alhamdulillah, terima kasih banyak, dan mohon doa restu saudara-saudara semuanya untuk niat saya akan berkunjung ke Baitullah”.
Mbah Qodim kembali memejamkan matanya “Nanti mbah doakan bahwa di hari terakhir mbak saat di Baitullah akan turun hujan .... sempatlah untuk mandi hujan di sekitar KA’BAH”.
Wanita tersebut mengucapkan Aamiin disertai warga yang ada disana.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar