Di warung mak Narti tampak jelas warga berkumpul dengan wajah yang sangat serius, pak RW selaku yang tertua di kelompok tersebut berkata-kata dengan sangat hati-hati “Coba bapak-bapak sekalian, kita ingat kembali isyaroh mbah Qodim yang berkata GERHANA sebelum PURNAMA … beberapa malam ini saya bertafakur mencari jawabannya, dan Subhan Allah … salah satunya saya temukan dengan adanya bencana di wilayah bangsa kita ini, dimana salah satu putra kebanggaan disana sempat menuju cahaya purnama sempurna .. namun sepertinya purnama itu keburu didahului oleh gerhana, maka jika beliau tersentuh isyarat alam... maka beliau tidak akan ikut pesta besar-besaran di saat orang-orang di sekelilingnya sedang menangis”.
Semua warga Nampak berfikir mencerna kata-kata pak RW, lalu pak RT berkata “Itu baru salah satunya pak RW?”, pak RW pun menengok “Yah … salah satunya, tetapi ini hasil tafakur saya, tentang benar tidaknya jangan bapak-bapak jadikan kesimpulan, itu karena saya ingin belajar dari mbah Qodim akan penilaiannya kepada dunia dan akhirat, semua seperti teta-teki saja …”.
Mak Narti mendekat sambil mengantar kopi para pemesannya “Sebelum bapak-bapak akrab dengan mbah Qodim, saya sudah banyak melihat isyaroh-isyaroh mbah Qodim kepada santri-santrinya yang kini sudah pada merantau, dari isyaroh zaman batu akik sampai zaman ngetril … semua ternyata terjadi pada bangsa ini”.
“Benarkah itu mak?” Tanya pak RT serius, mak Narti yang ditanya bukannya menjawab tetapi melengos pergi.
Pak RW mulai berkata “Begini bapak-bapak, saya ingin ngetes mbah Qodim, tetapi ini semua untuk mengetahui siapa mbah Qodim sebenarnya”. Lalu pak RW memanggil mak Narti “Mak nanti pas mbah Qodim datang, tolong beri beliau kopi tetapi jangan kasih gula, beri garam 3 sendok ya!” Mak Nartipun tidak menyetujuinya, namun karena desakan warga akhirnya mak Narti mengangguk sambil berkata “Kalau mbah Qodim tahu sebelum meminumnya apa yang akan pak RW lakukan?”
Pak RW terdiam lalu menjawab “Saya akan guling2 di jalan sana sebagai konsekwensinya mak”. Warga yang mendengarnyapun pada tersenyum.
15 menit berikutnya mbah Qodim mulai terlihat mendekati warung mak Narti, semua mulai membenahi tempat duduk masing-masing, di belakang mak Narti membuatkan kopi spesial buat mbah Qodim … segelas air panas, setengah sendok kopi dan 3 sendok garam.
Setelah mengucapkan salam dan dijawab warga mbah Qodim duduk diantara warga, mak Narti mulai menghidangkan kopinya, tidak seperti biasa … begitu kopi diletakkan di depan mbah Qodim, orang tua tersebut langsung memegangnya dan membaca doa lalu meminumnya sedikit, setelah minum mbah Qodim tampak diam sambil memandangi kopi yang baru diminumnya … sesaat terlihat hening, lalu pak RW bertanya “Ada apa mbah?” … dengan wajah polos mbah Qodim menjawab “Kopi ini rasanya asin pak RW”. Tiba-tiba warga pun tertawa cekikikan, diantara tertawa paling keras adalah tertawa pak RW yang terlihat lepas ….
Pak RW “Waah maaf mbah … ini kelakuan saya … yah semua demi mempererat dan pemperdekat hubungan kita mbah hehehhe”. Tak lama mak Narti sudah memberikan kopi gantinya, sementara kopi yang berisi 3 sendok garam dipinggirkan di samping kopi pengganti, saat mau di bawa ke belakang, mbah Qodim melarangnya “Jangan mak, kasihan mubazir, nanti pasti aka nada yang meminumnya sampai habis!”. Walau tidak mengerti tetapi mak Narti tetap menuruti kata-kata mbah Qodim.
Pak RW “Sekali lagi kami mohon maaf mbah? Kami tadi dapat ide ini karena mbah Qodim seneng buat teka-teki sih”.
Mbah Qodim tersenyum “Hehhee boten nopo-nopo pak RW, saya senang melihat tawa pak RW, seandainya saya tidak minum kan pak RW tidak akan tertawa sebahagia itu, pak RW mungkin sedang menahan malu karena guling-guling di jalanan sana”.
Kata-kata mbah Qodim tiba-tiba membuat pak RW pucat, warga lainnya hendak tersenyum namun menahannya.
Pak RW “Eh … kok saya guling-guling mbah … hehhe … (sambil memalingkan pembicaraan) ini mbah tentang gempa … yah gempa … itu saya fikir ada kaitannya dengan teka-teki mbah ?”
Mbah Qodim memandang pak RW “Sudahlah, jangan kaitkan apapun dengan omongan mbah, pak RW, tidak baik, yang sudah yah sudah, kita doakan agar tabah dan sabar, jangan dikaitkan dengan apa-apa”.
Pak RW “Habisnya mbah suka teka-teki sih!”
Mbah Qodim “Allah SWT pun sebenarnya suka teka-teki bapak-bapak sekalian … coba lihat Surat Al Baqoroh … surat pertama dalam Al Quran namun dimulai dengan teka-teki … ALIF … LAM .. MIM … dibaca terjemahan tetap Alif Lam Mim … atau ditulis terjemahannya hanya Allah yang Tahu … padahal setiap surat yang dimulai dari ayat teka-teki selalu butuh keimanan dan pemikiran untuk merenunginya …”
Pak RT “Terus mbah ?”
Mbah Qodim “Alif Lam Mim … jika kita renungkan bahwa Allah ingin kita mencari maknanya … mengapa dimulai dengan huruf Alif ? …. Alif itu SATU atau ESA … atau AHAD … jadi walaupun kita belum mengetahui isi Al Quran kita terlebih dahulu di ajak untuk mengesakan NYA … lalu Lam … Latifah … lembut … yah dalam arti tidak dapat dilihat .. diraba .. ataupun lainnya … namun MIM … Ma’rifat … harus kita kenal … jadi Alif Lam Mim mengajarkan jiwa kita untuk mengenal Sang Maha Esa yang tak terlihat oleh panca indera karena maha lembut … namun keberadaannya akan terlihat pada ALIF LAM MIM apabila kita baca alam …. Karena mustahil adanya alam jika tidak ada yang menciptakannya …”
“Lalu mbah?” pak RT mulai serius.
Mbah Qodim “Saat melihat alam ini maka Esakan DIA .. lembutlah kepada alam ini dan kenali alam maka kita akan semakin mengenali yang ESA dan tidak terlihat tersebut?”
Pak RW “Bagaimana cara mengenalnya mbah?”
Mbah Qodim “Baca ayat keduanya … Dzalikal kitabula Roibafihi … Jangan Ragukan Al Quran … jangan ragukan untuk apa ? Huda …jadikan Al Quran sebagai petunjuk arah kehidupan kita … petunjuk untuk menjadi orang yang muttaqin … “.
Pak RW “Orang Muttaqin itu orang yang bagaimana mbah ?”
Mbah Qodim “ Orang-orang yang percaya …”
Pak RT “Bagaimana mbah agar bisa kita mempercayai yang ESA dan lembut tersebut melalui Al Quran … lalu bagaimana agar kita bisa menjadi Muttaqin atau percaya? Apa syarat untuk menjadi orang muttaqin dan siapakah orang muttaqin tersebut?”
Mbah Qodim “ Ayat ketiga Alladzi …yaitu … orang muttaqin yaitu nayu’minuna bilghoib … orang-orang yang percaya pada yang GHOIB … mengapa karena Allah SWT itu ghoib … malaikat itu ghoib … pahala .. dosa bahkan sampai ke neraka dan syurga itu juga pekara yang ghoib …”
Pak RW “Benar-benar sulit yah bah ..kita harus percaya pada yang Ghoib itu … lalu bagaimana mbah agar kita bisa tahu yang ghoib tersebut ?”
Mbah Qodim “Wayuqimunashsholah .. dirikanlah sholat … nah disinilah yang akan kita buka selanjutnya … mendirikan sholat … dan jangan hanya mengerjakan sholat … berbeda antara MENDIRIKAN dan MENGERJAKAN … tetapi nanti kita bahas selanjutnya … lalu sebagai manusia yang memiliki kehidupan diri sendiri dan dunia luar maka mendirikan sholat tidak akan cukup untuk mengenal Allah SWT jika tidak dilengkapi dengan wamimma rozaqnahum yu(n)fiqun .. dan memberikan sebagian rezeki yang dianugerahkan kepadanya … jadi saat kita sholat itu untuk diri kita sendiri … namun membagikan rezeki kepada sesama itu bukti kita sebagai makhluk yang hidup pada alam dunia dan memiliki kehidupan … maka kita pasti membutuhkan kebersamaan …”
Mbah Qodim berdiri setelah menghabiskan kopi miliknya lalu berkata lirih “Fikirkan saja itu dahulu bapak-bapak … ini sudah kesorean, jadi mbah buru-buru”.
Semua melongo melihat tubuh tua itu meninggalkan warung mak Narti setelah mengucapkan salam.
Pak RT “Apa mbah Qodim masih marah ya .. gara-gara kopinya diberi garam?”
Semua wargapun memaksa pak RW untuk meminum kopi yang berisi garam “Ayo coba rasakan kopi itu pak RW, gimana rasanya !! biar tahu perasaan mbah Qodim tadi... kan tadi mbah bilang tidak boleh mubazir!”
Perlahan pak RW mulai memegang kopi yang diudek dengan 3 sendok garam, dengan membaca Bismillah pak RW memjamkan matanya, lalu ‘sruuup’ ia menyeruput kopi tersebut, mata pak RW terbelalak, semua wargapun semakin penasaran … “Gimana rasanya pak RW hehehhe”.
Pak RW memandangi kopi yang ia pegang “Manis pak, tidak asin”
Warga yang tidak percaya satu persatu menyicipi kopi tersebut sampai keampas-ampasnya … semua merasa takjub mengapa kopi tersebut rasanya manis. Mak Narti yang melihat hal tersebut langsung mendekat dan merebut gelas miliknya … lalu membawanya ke belakang, di belakang secara sembunyi-sembunyi mak Narti mencicipi sisa setetes kopi yang melekat pada ampas kopi tersebut … fikirannya mulai berperang antara kenyataan dan mimpi … bagaimana mungkin kopi yang ia buat dengan campuran 3 sendok garam menjadi manis rasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar