Jumat, 31 Agustus 2018
HAJI (Bagian 3)
Usai Sholat Jumat warga menunggu sampai wiridan mbah Qodim selesai, begitu mbah Qodim mulai memakai sandal jepitnya yang terlihat sama rentanya dengan usia sang pemakai wargapun mendekatinya lalu mengajak berjalan bersama keluar dari masjid. Pak RW mulai membuka pembicaraan “Mbah, lama bener mencari kesempatan bisa ngobrol dengan mbah, bisa-bisa sampai tua kami ini terseok-seok mempelajari sejatinya Islam”.
Mbah Qodimpun tersenyum “Jika semua ilmu pengetahuan didapatkan dengan mudah dan dalam waktu singkat maka kenikmatannya akan berkurang pak RW”
Pak RW “Kok begitu mbah?”
Mbah Qodim “Coba jika pak RW mengisi lembar TTS tetapi di bawahnya langsung ada kunci jawabannya, maka nikmat berusaha mencari jawaban akan kecil sekali … namun apabila pak RW berusaha memecahkan sebuah pertanyaan dengan segenap kemampuan dan kefokusan dalam berikhtiar maka kepuasan tiada tara akan bapak dapatkan, disitulah akan muncul kehadiran Allah SWT yang pak RW rasakan, ada sebuah kekuatan yang menolong pak RW”.
Semua warga yang mengiringi mbah Qodim mangguk-mangguk sembari menelaah kalimat yang diberikan oleh sang tua bersahaja tersebut.
Pak RT “Mbah kami ingin melanjutkan menggali makna Haji yang kemarin belum khatam mbah, apalagi yang harus kami persiapkan bila nanti kami siap memenuhi panggilan Haji?”.
Mbah Qodim “Hajio sakdurunge haji, berprilakulah seperti orang berhaji walau syareatnya belum berhaji”.
Pak RW “Seperti hakekatnya Sa’i kemarin ya mbah?”
Mbah Qodim menoleh kearah pak RW sambil mengedipkan sebelah matanya “Dalam Ibadah Haji panjenengan sedoyo akan bertemu dengan Rukun Tawaf … yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali melawan arah jarum jam yang dimulai dari Garis Rukun Hajar Aswad, bagi laki-laki disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran awal dan bagi wanita cukup dengan berjalan, dalam kehidupan ini kita semua… makna Tawaf amat penting dalam akhifitas kesehari-harian … dimana ada 7 hal yang menyebabkan kita terpengaruh akan gonjang ganjing dunia … ketujuh itu adalah 2 mata, 2 telinga, 2 lubang hidung dan 1 mulut, jika kita memaknai Rukun Tawaf maka ketujuh ini harusnya kita waspadai, di atas Ka’bah terdapat Baitul Makmur yang selalu dikelilingi pula oleh para Malaikat yang juga bertawaf, semua khabar yang diterima oleh tujuh di bagian atas tubuh ini (kepala) akan menggiring kepada arah jarum jam, artinya saat kita melihat sesuatu kita cepat sekali percaya, saat kita mendengar sesuatu kita juga cepat sekali percaya, nah Tawaf ini adalah salah satu memurnikan informasi, yaitu kita mencoba berfikir melawan arah jarum jam, mengikuti apa-apa yang dilakukan oleh 70.000 Malaikat setiap harinya (Bertawaf di Baitul Makmur), dimana semua sumber yang masuk kedalam Baitul Makmur diri kita (Kepala) akan mendapatkan iringan doa para Malaikat di Baitul Makmur Arsy-Nya, renungi setiap berita yang masuk apalagi berita tentang yang jelek-jelek jangan langsung keluar dari mulut, sucikan hati agar kita lulus menelaah setiap khabar ini mengapa Ihrom yang kita gunakan membuka pundak kanan dan menutup pundak kiri …. Dekatkan baitul Makmur diri (kepala) dengan Malaikat pencacat kebaikan yang saat itu memang kita buka pintunya, bila itu bapak-bapak lakukan maka Baitul Muqoddas (Hati) akan jernih dalam menembus khabar-khabar tersebut”.
Pak RW “Dengan kata lain perlu berfikir berulang-ulang dalam mencerna suatu khabar ya mbah ?”
Mbah Qodim mengangguk lirih “Demikianlah pak RW sepertinya mudah namun bila kita ingin mendapatkan satu pemikiran yang sejalan dengan 70.000 Malaikat maka ketentuan-ketentuan seperti tawaf harus dijalani”.
“Maksudnya mbah?” Tanya pak RW
Mbah Qodim “Bertawaf itu wajib berwudhu dulu, untuk membuka tabir khabarpun demikian, bersuci dulu, sekali lagi mbah ulas untuk laki-laki tawaf disunahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran awalnya, ini menggambarkan laki-laki sebagai imam harusnya lebih cepat mengambil sebuah keputusan, lalu lihat Ka’bah yang memiliki 4 sisi, dalam diri kita juga ada 4 sisi yaitu Amarah, sufiah, aluamah dan mutmainnah … itu harus kita lewati semua, Amarah yaitu sifat-sifat keegoisan dengan wah dan ingin menang sendiri, mbah gambarkan yaitu sisi dimana pintu Ka’bah berada, pintu Ka’bah dalam diri ini adalah mulut, dimana pintu yang ini cepat sekali terbuka sehingga tidak sedikit yang menimbulkan kekeruhan dan keruwetan, maka dalam Tawaf pintu Ka’bah ditutup, lalu sampai ke sisi Ka’bah dimana ada Hijr Ismail, tembok melingkar setinggi bahu (Al Hatim) yang merupakan gambaran sifat Aluamah, sebuah dorongan ingin menolong sesamanya namun terkadang tidak peduli cara yang dipakainya, maka dalam tawaf batallah Rukun Tawaf apabila memotong Hijr Ismail, harus diputari juga jangan menerobos mengambil jalan pintas, lalu sisi setelahnya kita akan bertemu sifat Sufiah …. Gambaran kebalikan dari sebuah wajah, nafsu ingin kemegahan dan pujian … terakhir sisi Mutmainnah .. sisi kebaikan dimana berakhir dengan Hajar Aswad bermaqom disana …. Mbah hanya ingin menjelaskan sampai disini karena bapak-bapak sendirilah yang akan memetiknya dengan iman dan fikiran bapak-bapak sekalian”
Pak RW “Benar-benar harus menjadi insan yang bersabar ya mbah?”
Mbah Qodim “Itu salah satunya pak RW, kalau saja mbah lanjutkan maka ini membutuhkan waktu yang lama sekali, harus membongkar sampai mengapa dinamakan Hijr Ismail dan mengapa hanya setinggi bahu, apakah saat itu tidak bisa ditinggikan lagi … panjang sekali” Mbah Qodim menghentikan langkahnya, tiba-tiba ia ingat bagaimana Gurunya membawanya ke depan Hijr Ismail dan melihat Malaikat penjaga Pintu Hijr Ismail membuka Pintu yang saat ini ditutup permanen untuk mempersilahkan 2 hamba Allah SWT memasuki Baitullah….. semua warga pun berhenti sejenak melihat mbah Qodim, lalu rombongan tersebut sedikit terganggu oleh gonggongan anjing yang sedang mengejar seekor kelinci, mbah Qodim menundukkan badannya untuk mengambil sebuah kerikil lalu melemparkannya ke arah sang anjing, lalu anjing tersebut berlari menjauhi kelinci yang akan menjadi mangsanya …
Mbah Qodim berbalik menghadap para warga “Lain waktu kita lanjutkan, mbah akan memberikan PR kepada bapak-bapak sekalian untuk mengasah tafakur masing-masing, dalam Haji ada sebuah kegiatan yang bernama MELONTAR JUMROH … disana kita mengambil kerikil di Muzdalifah lalu dilemparkan ke Jumroh, yang mbah tanyakan Tiang Jumroh itu besar dan tinggi …sekitar 2 meter kali 25 meter … mengapa hanya dilempar dengan batu kerikil dan bukannya dengan batu sekepal tangan misalnya … coba bapak-bapak sekalian fikirkan, mbah pamit pulang ke rumah dulu, Assalamu’alaikum”.
Wargapun serentak menjawab “Wa’alaikumussalaam wa Rohmatullahi wa Barokatuh”.
(BERSAMBUNG)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar